Page 70 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 70

Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...
               ditulisnya di atas papan tulis. Rakyat yang berbondong
               dari berbagai desa bahkan dari Kecamatan Pituruh
               melihatnya dari luar rumah. Si Polet dengan keras mem-
               baca teks itu sebagai “A Sukarno” yang mestinya berbunyi
               “Sukarno”. Orang-orang tertawa menyaksikan adegan
               itu. Kelucuan inilah yang masih diingat warga saat ini.
                   Kedatangan Soekarno di desa Ngandagan tidak ter-
               lepas dari pertemanannya dengan Soemotirto. Oleh ma-
               syarakat, mereka berdua dipercaya juga sebagai “teman
               seperguruan” dalam hal ilmu “kasekten”. Kedatangan
               ini cukup unik, sebab saat itu “clash Belanda pecah dan
                                       7
               telah sampai di Grobogan”.
                   Pada tahun 1950-an kegiatan PBH masih berjalan
               dengan baik. Setelah didirikan sekolah dasar yang tuju-
               annya adalah untuk usia anak-anak, peran PBH untuk
               orang-tua juga masih berjalan. Pengajaran itu dilakukan
               oleh perempuan-perempuan yang tergabung dalam Ger-
               wani. Demikian juga kegiatan kesenian.
                   Beberapa kebijakan Soemotirto dilakukan dengan
               cara-cara yang otoriter. Warga Ngandagan sekarang
               terutama yang berasal dari dusun Krajan, termasuk dua
               kepala desa yang diwawancarai, mengatakan bahwa
               cara-cara Soemotirto seperti menempatkan rumah di atas
               tanah milik orang lain adalah tidak tepat karena itu
               bukanlah haknya. Meski begitu, pada masanya kebijakan



                   7  Wawancara dengan Bilah Ngandagan, 12 Juni 2010.

                                                             49
   65   66   67   68   69   70   71   72   73   74   75