Page 72 - Kondisi dan Perubahan Agraria di Ngandagan
P. 72

Kondisi dan Perubahan Agraria Desa Ngandagan ...
               sejarah desa Ngandagan, jalin menjalin dalam relasi
               antara politik dan agama.
                   Soemotirto mulai diperkarakan pada tahun 1963.
               Saronto mengajukannya ke pengadilan. Melewati hingga
               tiga kali persidangan di Purworejo, Soemotirto senantiasa
               mendapat dukungan kehadiran para warganya. Banyak
               sekali yang turut pergi ke pengadilan, tua-muda, laki-
               perempuan, terutama penduduk dusun Karangturi.  11
               Pada tahun 1964 dihasilkan keputusan yang menyatakan
               bahwa kedua belah pihak tidak ada yang kalah dan tidak
               pula ada yang menang, alias seri.  Keputusan ini tidak
                                            12
               terlepas dari peran seorang Jaksa yang bernama Dardjo,
               atau dikenal dengan Mr. Dardjo. Meski berakhir seri dari
               sisi yuridis, namun bisa dikatakan Soemotirto kalah dari
               segi keberhasilan kebijakan landreformnya. Pasca
               Soemotirto, terjadi tindakan counter reform oleh para
               pemilik yang tanahnya ditempati oleh penghuni baru
               dalam kebijakan resettlement itu. Namun kebijakan tentang
               sawah buruhan masih bertahan hingga sekarang, meski
               mengalami banyak perubahan. Hal terakhir akan
               diuraikan dalam bab tersendiri.

                   11   Wawancara dengan Markinah Lego Wijoyo, Ngandagan, 13 Juni
               2010. Markinah merupakan salah seorang yang turut dalam rombongan
               dukungan itu. Suaminya, Lego Wijoyo, dengan istri pertamanya adalah
               salah satu pasangan yang dinikahkan secara massal oleh Soemotirto.
                   12  Untuk menandai peristiwa persidangan yang berakhir seri (Jawa:
               pur) ini, seorang warga bernama Warno menamai anaknya dengan nama
               Budi Purnomo. Wawancara dengan Warno,  op.cit.

                                                              51
   67   68   69   70   71   72   73   74   75   76   77