Page 151 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 151
142 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
ini, yaitu siapa saja yang memiliki tanah sawah, maka ia wajib
menyerahkan hak garap atas 1/6 bagian tanah sawahnya kepada
Pemerintah Desa Prigelan. Selanjutnya oleh Pemerintah Desa
Prigelan bidang tanah sawah ini diserahkan kembali untuk digarap
kepada petani yang tidak mempunyai tanah. Berdasarkan aturan
ini ada 120 orang petani yang dapat dibantu, yang masing-masing
menggarap tanah sawah seluas 60 ubin. Petani penggarap ini
tersebar di 6 (enam) dusun, yang masing-masing dusun terdiri dari
20 orang petani penggarap. Para petani penggarap disebut sebagai
orang yang “mlaku gawe”, yang tugasnya adalah ronda malam dan
kerja bakti untuk kepentingan Desa Prigelan, sedangkan tanah yang
mereka garap disebut “tanah buruhan”.
Berdasarkan penjelasan Suparno dan Maniso diketahui,
bahwa para petani Desa Prigelan telah memiliki kesadaran agraris
yang memadai sebagai bekal menjalankan profesinya (sebagai
petani). Para petani telah mengerti, bahwa: Pertama, mereka wajib
meningkatkan produktivitas atau hasil panen yang memadai (lihat
penjelasan Suparno). Kedua, mereka wajib memiliki akses atas
sumberdaya tanah agar mereka dapat memproduksi komoditas
pertanian, terutama padi dan kedelai (lihat penjelasan Maniso).
Dengan demikian dapatlah dikatakan, bahwa kesadaran agraris
telah dimiliki sejak dahulu oleh para petani di Desa Prigelan. Oleh
karena itu, strategi pertanahan yang diterapkan oleh Pemerintah
Desa Prigelan hanyalah sebatas melakukan revitalisasi kesadaran
agraris para petani di desa ini. Revitalisasi dimaksudkan sebagai
pengungkit agar kesadaran yang dimiliki petani mampu merambah
ranah keadilan, kesejahteraan, dan harmoni sosial.
Keinginan agar kesadaran yang dimiliki petani mampu
merambah ranah keadilan, kesejahteraan, dan harmoni sosial,
berpotensi terwujud karena para petani di Desa Prigelan telah secara