Page 155 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 155
146 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
menyebabkan kedua strata ini berhadapan secara diametrikal. Kedua
strata tetap berada pada posisi sebagai kontributor bagi diperolehnya
panen padi dan kedelai di Desa Prigelan, yang akhirnya memberikan
pendapatan atau penghasilan bagi petani. Para petani siap berubah,
agar mampu merespon situasi dan kondisi baru di Desa Prigelan,
yang masyarakatnya terus berinteraksi dengan masyarakat lain (dari
desa lain, kecamatan lain, atau dari kabupaten lain).
Perubahan yang perlu direspon oleh petani juga meliputi
perubahan struktur penguasaan tanah, yang meskipun telah terjadi
sejak tahun 1947 tetapi terus berdampak hingga hari ini, yaitu ketika
petani yang tidak memiliki tanah sawah akhirnya dapat menggarap
tanah sawah melalui mekanisme hak garap atas tanah. Kondisi ini
mengakibatkan perubahan yang meliputi pula perubahan sikap
dan perilaku petani yang tidak memiliki tanah sawah. Perubahan
semakin intens ketika dalam perkembangan berikutnya teknologi
berkembang labih maju, sehingga sikap dan perilaku petani juga
harus sesuai dengan dinamika tersebut.
Perubahan struktur penguasaan tanah, akibat kesediaan para
pemilik tanah sawah menyerahkan hak garap seluas 1/6 dari luas tanah
sawahnya kepada petani yang tidak memiliki tanah sawah, ternyata
juga mendapat kritik dari Untung (Ketua Kelompok Tani “Kunir
Maju” Dusun Kuniran). Untung mempertanyakan keadilan atas
penerapan kewajiban bagi pemilik tanah sawah untuk menyerahkan
hak garap atas 1/6 bagian dari luas tanah sawah miliknya. Menurut
Untung hal ini tidak adil, karena seharusnya meskipun tidak
memiliki tanah sawah, bila seseorang atau kepala keluarga di Desa
Prigelan memiliki kemampuan ekonomi yang tinggi, maka ia wajib
dikenakan ketentuan untuk menyerahkan sejumlah uang yang setara
dengan kewajiban para pemilik tanah sawah.