Page 157 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 157
148 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
peralatan yang digunakannya berkembang sesuai dengan kemajuan
teknologi terapan yang tepat guna. Dengan perkembangan ini
nampak, bahwa perilaku petani masih tetap bergantung pada musim
(kemarau dan penghujan), tetapi dangan cara menggarap tanah
sawah yang lebih praktis dan memberi hasil panen yang lebih baik.
Walaupun jaringan irigasi telah tertata, karena adanya perbaikan
yang didanai oleh Pemerintah Kabupaten Purworejo, serta perbaikan
dan pemeliharaan yang dilakukan secara swadaya. Tetapi tetap saja
pada musim kemarau (tepatnya saat menanam kedelai) jaringan
irigasi tersebut dihentikan fungsinya, karena aliran air dari Waduk
Wadas Lintang dihentikan.
Ketika petani menggarap tanah sawah dengan cara yang lebih
praktis dan memberi hasil panen yang lebih baik, maka fakta ini
tidaklah muncul tiba-tiba melainkan para petani telah terlebih
dahulu merevitalisasi kesadaran agrarisnya. Revitalisasi diperlukan,
agar para petani terhindar dari hasil yang tidak memuaskan dari
aktivitas bertaninya. Mereka harus berupaya semampunya (sekuat
tenaga) dengan memanfaatkan segenap sumberdaya, agar realitas
obyektif yang muncul tidak merugikannya, meskipun seringkali
segenap proses dan peristiwa pertanian berada di luar kendali petani.
Boleh jadi kesadaran agraris mentolerir proses dan peristiwa
pertanian yang berada di luar kendali petani, tetapi ia tetap mewajibkan
petani agar berupaya mencari jalan ke luar atas proses dan peristiwa
yang berada di luar kendalinya. Jalan ke luar yang ditawarkan antara
lain berupa perubahan orientasi dan mentalitas petani, sehingga
petani terhindar dari kesadaran palsu yang dipaksakan. Kesadaran
agraris menguntungkan petani, karena memperjuangkan keberadaan
dan peningkatan kualitas faktor produksi pertanian. Sementara itu,
kesadaran palsu tidak menguntungkan petani, karena cenderung
mendukung proses marjinalisasi petani.