Page 161 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 161
152 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
sederhana, yaitu untuk membantu (menolong) para petani di Desa
Prigelan yang tidak memiliki tanah sawah. Meskipun tanpa dasar
hukum yang kuat, tetapi dengan kepemimpinan (leadership) yang
kuat, maka strategi penguasaan tanah dapat diterapkan hingga
saat ini. Kebutuhan memberi dasar hukum yang kuat bagi strategi
penguasaan tanah lambat laun terabaikan, karena tergantikan oleh
tradisi yang semakin menguat dan solidaritas agraris yang semakin
terbangun. Akhirnya, strategi penguasaan tanah yang diberlakukan
saat ini di Desa Prigelan lebih didasarkan pada tradisi (adat) dan
solidaritas agraris yang mengakar, daripada hanya sekedar dasar
hukum yang kuat.
Dengan demikian pemikiran, sikap, tindakan, dan perilaku
para petani dalam konteks tanah dan pertanian lebih didorong oleh
solidaritas agraris berbasis tradisi. Strategi penguasaan tanah yang
diterapkan sejak tahun 1947 telah mentradisi di desa ini, sehingga
membentuk sistem pengetahuan yang lebih banyak didasarkan pada
pengalaman sosial petani. Meskipun demikian pengalaman ekonomi
tidak boleh diabaikan, karena ketika petani yang tidak memiliki tanah
sawah memperoleh hak garap atas tanah sawah dan memperoleh
penghasilan dari tanah garapannya, maka ia telah memasuki
pengalaman ekonomi. Para petani harus memperhatikan pengalamam
sosial dan ekonomi saat membangun sistem pengetahuannya, agar
dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan.
Pengalaman sosial dan ekonomi yang menyejahterakan
dapat memperkuat solidaritas agraris di kalangan petani dan para
pendukungnya. Nilai-nilai tradisi pertanahan dapat terus dirawat
oleh masyarakat (termasuk petani) sambil terus mencari solusi bagi
peningkatan pendapatan petani. Status sosial yang lengkap (berada
di seluruh strata) pada para petani Desa Prigelan justru memperkuat
peran masing-masing dalam memelihara solidaritas agraris.