Page 45 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 45
36 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
penguasaan tanah diterapkan tahun 1947, maka kebijakan lokal ini
diadopsi oleh administrasi pertanahan desa. Demikian pula saat strategi
pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah diterapkan, maka
kebijakan lokal ini kembali diadopsi oleh administrasi pertanahan
Desa Prigelan.
Oleh karena strategi pertanahan merupakan pranata sosial,
tradisi, dan budaya masyarakat Desa Prigelan, maka administrasi Desa
Prigelan juga merupakan bagian dari pranata sosial, tradisi, dan budaya
masyarakat. Oleh karena itu, administrasi Desa Prigelan turut menjadi
salah satu instrumen dalam menyejahterakan para petani. Administrasi
Desa Prigelan memiliki kemampuan, yang dapat mengenali para petani
yang menguasai tanah sempit, atau tunakisma (tidak memiliki tanah).
Berbekal kemampuan mengenali ini, maka administrasi Desa Prigelan
berupaya memberi dorongan (bantuan), agar para petani mampu
menyejahterakan diri. Dengan demikian “kesejahteraan” tidak lagi
hanya sebuah kata indah yang sulit didekati, melainkan sebuah tujuan
yang dapat didekati oleh para petani secara bertahap.
Administrasi pertanahan Desa Prigelan merupakan sarana
penghubung para pihak dalam konteks pertanahan, yang dijalankan
berdasarkan strategi pertanahan. Strategi pertanahan yang telah
diakomodasi oleh administrasi pertanahan kemudian diterapkan, agar
dapat mendorong pemenuhan kepentingan sosial ekonomi petani.
Oleh karena itu, informasi tentang strategi pertanahan dan administrasi
pertanahan perlu terus menerus disampaikan kepada masyarakat Desa
Prigelan, dari generasi ke generasi. Informasi didistribusikan dengan
menggunakan teknik komunikasi yang efisien dan efektif di desa, yaitu
interaksi face to face (tatap muka) berkelanjutan.
Interaksi face to face antara lain dilakukan oleh para perangkat
desa, yang menjabat sebagai Ketua Gabungan Kelompok Tani Desa
Prigelan atau ketua kelompok tani. Berbasis interaksi face to face,