Page 49 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 49
40 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
Dengan demikian urgensi strategi pertanahan terletak pada
upayanya dalam mewujudkan keadilan, kesejahteraan, dan harmoni
sosial di kalangan petani, yang akhirnya berdampak positif pada
masyarakat Desa prigelan. Pada awalnya strategi pertanahan
dibangun dari tradisi penguasaan tanah, yang meskipun progresif
tetapi rumusannya tetap menampakkan kesederhanaan. Lambat
laun tradisi ini menjadi “bangunan” sosial budaya para petani di
Desa Prigelan, yang terus dilengkapi kompleksitasnya, misal dengan
hadirnya strategi pemilikan tanah, serta strategi yang “datang”
berikutnya, seperti: (1) strategi penggunaan tanah, dan (2) strategi
pemanfaatan tanah.
Meskipun strategi pertanahan bersifat kompleks (ada empat
strategi), tetapi ia merupakan satu kesatuan yang terpisahkan dalam
memperjuangkan kepentingan petani desa ini, yaitu kesejahteraan.
Upaya memperjuangkan kesejahteraan petani dilakukan dengan
menyadari adanya terminologi “kemiskinan struktural”, yaitu
kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena
adanya struktur sosial yang mengakibatkan mereka tidak dapat
ikut serta dalam menggunakan sumber-sumber pendapatan, yang
sebenarnya tersedia bagi mereka. Termasuk dalam golongan ini
adalah petani yang tidak memiliki tanah sawah, yang kemudian
dicarikan jalan keluarnya dari kemiskinan, melalui penerapan
strategi penguasaan tanah.
Strategi penguasaan tanah yang telah “diluncurkan” sejak
tahun 1947, dan diikuti oleh strategi pemilikan, penggunaan, dan
pemanfaatan tanah pada beberapa tahun berikutnya, tetaplah
membutuhkan diseminasi informasi. Hal ini tetap perlu dilakukan,
sebab tidak ada jaminan lamanya waktu pelaksanaan berarti
substansi telah difahami oleh para petani dan masyarakat Desa
Prigelan. Pergantian kepala desa sejak tahun 1947 sampai dengan