Page 53 - Relasi Kuasa: Dalam Strategi Pertanahan di Desa Prigelan
P. 53
44 Aristiono Nugroho, Suharno, dan Tullus Subroto
escalation), yang selanjutnya mengalami negosiasi dalam rangka
mencapai konsensus.
Keberhasilan membangun konsensus dengan memanfaatkan
kekuasaan yang ada padanya, tidak membuat Pemerintah Desa
Prigelan dapat secara semena-mena dipandang sebagai pemerintah
yang otoriter. Sebaliknya, keberhasilan ini menjadi bukti atas
kepiawaian perangkat desa melakukan pendekatan kepada para
petani, sehingga mereka merasa tidak sedang dikuasai dan sedang
ditekan. Konten dan konteks strategi pertanahan merupakan
bahan pertimbangan utama bagi Pemerintah Desa Prigelan, dalam
melakukan pendekatan kepada para petani.
Meskipun demikian adakalanya konflik dapat muncul di suatu
wilayah, karena adanya perbedaan kepentingan antara sebagian
petani dengan sebagian petani lainnya. Meskipun pada hakekatnya
hal ini merupakan wujud kehidupan masyarakat desa, yang memiliki
keaneka-ragaman. Semangat pluralistik yang berisi pengakuan atas
kemajemukan kepentingan menjadi kenyataan tak terbantahkan, ketika
berhasil dilakukan sinergi oleh segenap elemen desa demi pencapaian
kepentingan sosial ekonomi bersama, yaitu kesejahteraan petani.
Tataran formal strategi pertanahan telah bergeser menjadi
tataran substansial, karena “waktu” telah memprosesnya menjadi
pranata sosial, tradisi, dan budaya petani Desa Prigelan. Bahkan
strategi pertanahan seolah telah menjelma menjadi rujukan
cara bersikap dan bertindak (code of conduct) bagi para petani di
Desa Prigelan. Sebagai cara bersikap dan cara bertindak, strategi
pertanahan dibangun dari elemen-elemen budaya Desa Prigelan,
yang awalnya diamati dan dipelajari oleh para tokoh desa. Hasil
pengamatan dan belajar inilah yang kemudian disusun menjadi
sebuah strategi di bidang pertanahan (strategi pertanahan), untuk
kemudian diperkenalkan dan diterapkan di desa ini.