Page 73 - RATA: Manual Menilai Konflik Tenurial secara Cepat
P. 73
62 Gamma Galudra, dkk.
berhasil, penyelesaian atas konflik-konflik itu harus
dijadikan prioritas tertinggi, yang membutuhkan sebuah
cara pandang yang peka terhadap semua perspektif, teta-
pi juga yang bisa memberikan cara untuk membuat tuju-
an-tujuan yang lebih tinggi bisa berdamai lewat negosiasi.
Di jaman dulu, area itu berada di bawah kewenangan
lembaga adat, yang mengalokasikan beberapa hak bagi
komunitas lokal untuk mengakses dan menggunakan
tanah hutan itu. Hak alokasi itu dihormati dan diakui
oleh pemerintah Hindia Belanda dan juga diakui oleh
republik Indonesia yang baru terbentuk. Tetapi hak-hak
itu secara bertahap diubah, terutama ketika konsesi hutan
mulai beroperasi di area itu. Beberapa kebijakan tahun
1970-an dan 1980-an pun memperkecil kewenangan
banyak lembaga adat, sehingga konsesi hutan pun sema-
kin mudah beroperasi. Pemerintah tidak sadar bahwa
banyak komunitas setempat masih memegang hak adat
dan masih memiliki kewenangan lembaga adat hingga
sekarang. Para operator konsesi hutan jaman itu memiliki
kekuasaan untuk menghilangkan hak dan klaim penggu-
naan tanah adat.
Dampak atas area itu adalah banyak komunitas se-
tempat yang melihat peluang baru untuk menentang
pengaturan akses tanah yang sekarang dan bergabung
dengan konsesi hutan untuk membuka dan menebang
hutan. Banyak komunitas membangun sistem drainase kecil
untuk mengangkut kayu gelondongan dari hutan, sehingga
mendapatkan hak handil dan hak tatas dari pekerjaan itu,