Page 10 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 10

serta kesesuaiannya dengan Tata Guna Tanah dan Air. Diusulkan agar dalam
            GBHN menuju Repelita III yang akan diselenggarakan dalam Sidang Umum
            MPR, Maret 1978 yang akan datang, landreform dijadikan sebagai salah
            satu haluan kebijaksanaan. Selain itu perlunya peraturan yang lebih lanjut
            dalam mengatur masalah pertanahan sebagaimana yang diamanatkan dalam
            UUPA 1960 seperti peraturan tentang tana guna tanah, sewa-menyewa, hak
            tanggungan, jaminan sosial bagi buruh tani, dan tanah terlantar. Perlunya
            penyelesaian masalah dalam pelaksanaan landreform menjadi penekanan
            dalam seminar tersebut. Hasil seminar disampaikan kepada Menteri Riset
            Prof. Soemitro Djojohadikusumo.

                Pada periode sebelumnya, Pelita I hingga menjelang Pelita II berakhir
            (1969-1978), telah dilaksanakan landreform sebagai kelanjutan dari
            landreform periode pertama (1960-1966). Kegiatan ini hanya melaksanakan
            redistribusi dari proses yang telah dikerjakan oleh periode sebelum tragedi
            1965. Dalam laporan pemerintah, pada masa awal pemerintahan Orde Baru
            ini telah diredistribusikan 646.889 ha tanah kepada 883.429 kepala keluarga
            dengan rata-rata yang diterima seluas 0,75 ha/kk. Ganti rugi tanah dibayarkan
            dari Yayasan Dana Landreform sebesar Rp. 1.725.757.752,32 kepada pemilik
            tanah kelebihan maksimum seluas 71.957 ha, dan Rp. 1.000.807.832 ha
            kepada pemilik tanah partikelir seluas 482 ha (Kompas, 06-02-1978).
                Akan tetapi secara umum kebijakan landreform telah kehilangan
            gaungnya. Ditjen Agraria saat itu menilai bahwa hambatan pelaksanaan
            kegiatan landreform dikarenakan “tidak adanya “pernyataan politik
            pemerintah” dan tidak ada “dukungan politik dari badan legislatip maupun
            masyarakat.” Di sisi lain fenomena pembelian tanah besar-besaran terjadi
            di masyarakat, “meningkatlah kegiatan memborong tanah pertanian oleh
            pejabat desa, petani kaya maupun pejabat dan orang kaya kota sehingga
            timbul lagi banyak pemilik tanah berlebihan” (Kompas, 06-02-1978). Oleh
            sebab itu strategi nasional untuk mengurangi ketimpangan kemiskinan serta
            kemiskinan di pedesaan adalah kebijakan transmigrasi. Sementara itu hasil
            Sensus Pertanian tahun 1973 menemukan sejumlah 309.368 pemilik tanah
            yang menguasai tanah lebih dari 5 ha, dengan total hampir 3 juta ha. Terdapat
            6,5 juta kk petani hanya menguasai tanah 1,68 juta ha atau rata-rata 0,256



                                            ix
   5   6   7   8   9   10   11   12   13   14   15