Page 12 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 12
menyewa untuk disewakan kembali dengan uang sewa lebih besar kepada
pihak lain. Dengan sistem semacam itu, Myrdal melihat bahwa produksi
kurang bisa ditingkatkan. Maka menurutnya pemecahan masalah melalui
landreform menempatkan para penyewa menjadi pemilik tanah. Dengan
menggarap tanahnya sendiri maka petani yang semula menyewa menjadi
pemilik sehingga akan bekerja lebih giat, dan produksi akan meningkat.
Laporan interim ini pernah dimanfaatkan oleh Menteri Pertanian Prof.
Dr. Soedarsono Hadisapoetro sebagai salah satu sumber informasi sewaktu ia
memimpin delegasi Indonesia menghadiri World Conference on Agrarian Reform
and Rural Development (WCARRD) yang diselenggarakan oleh FAO di Roma,
Italia, 1979. Konferensi Internasional FAO ini membahas pembangunan
pedesaan dan pembaruan agraria. Sejumlah 145 negara hadir, empat dipimpin
kepala negara, 95 negara dipimpin menteri (Kompas, 01-08-1979). Terdapat 6
negara yang mengirim delegasi besar, termasuk dari Indonesia dengan jumlah
utusan lebih dari 40 orang yang terdiri dari para akademisi, pakar, peneliti, dan
pejabat pemerintah lintas-departemen. Unsur keterwakilan dalam delegasi
tersebut tidak terlepaskan dari peran “Tim Peneliti Masalah Pertanahan” di
atas, serta posisi Prof. Dr. Soedarsono Hadisapoetro sebagai menteri dengan
latar belakang ilmuwan.
Konferensi menghasilkan rumusan “Peasant Charter”. Di dalamnya
berisi tentang Deklarasi Prinsip dan Program Aksi, yakni prinsip mengenai
orang miskin di desa harus diberi ruang gerak untuk menjangkau tanah dan
sumber-sumber air, input dan jasa di bidang pertanian, fasilitas-fasilitas yang
tersedia di bidang penyuluhan dan penelitian. Konferensi ini merupakan angin
segar mengemukanya wacana reforma agraria di Indonesia. Bahkan Menteri
Pertanian saat itu menegaskan bahwa Indonesia harus meneruskan program
reforma agraria dan UUPA 1960 yang masih berlaku di Indonesia (Luthfi
2011). Saat menteri melaporkan hasil konferensi FAO ini, Presiden meminta
agar Team Penelitian Pertanahan diaktifkan kembali (Kompas, 01-08-1979),
meskipun dalam perkembangannya ide ini tidak terlaksana.
Prof. Sajogyo, salah satu delegasi dalam konferensi di Roma tersebut
menjelaskan arti strategis pertemuan tersebut. PBB melihat isu pembangunan
pedesaan sebagai isu sentral dan menjadi permasalahan dunia, termasuk
xi