Page 188 - Masalah Pertanahan di Indonesia
P. 188
(2) Adanya tanah-tanah dengan hak menurut hukum adat yang tidak
diketahui dengan jelas, sehingga menyulitkan program transmigrasi,
terutama masih adanya cara bercocok tanam yang berpindah-
pindah. Masalah ini dapat ditemukan juga pada pengembangan
daerah pertanian bukan rawa.
D. PENGGARAPAN TANAH
a. Pengembangan tersier pada umumnya memerlukan partisipasi para
petani pemanfaat air melalui gotong-royong. Dalam hal para pemilik
tanah banyak yang bertempat tinggal diluar daerah dimana sawah berada
(guntai), maka sulit untuk diharapkan partisipasi para petani secara
penuh, karena mereka merasa tidak memiliki tanah .
b. Demikian pula akan terjadi pada setiap pelaksanaan pendayagunaan atau
eksploitasi air irigasi. Pada guntai ada kalanya pemilik tanah merasa tidak
terikat norma-norma dan konsensus yang berlaku setempat sehingga
mengganggu pola pengelolaan air irigasi yang telah direncanakan,
misalnya dengan terlambatnya waktu penanaman.
c. Dengan adanya pelaksanaan sistem bagi-hasil, dimana seluruh biaya sarana
produksi dibebankan kepada petani penggarap menyebabkan maksud
pengembangan irigasi kurang mencapai sasaran, ialah peningkatan
produksi pangan, seperti yang dimaksudkan oleh pemerintah, karena:
1. Tidak meningkatkan produksi secara optimal;
2. Tidak meningkatkan penghasilan petani-penggarap.
Keadaan seperti ini akan menjadi lebih tidak menguntungkan lagi bagi
penggarap apabila sebelumnya calon penggarap harus membayar uang
“sromo” kepada pemilik tanah, seperti yang terjadi di banyak daerah di
Jawa.
E. PENGGUNAAN TANAH
Seperti telah diuraikan di atas pengembangen irigasi dimaksudkan untuk
meningkatkan produksi, khususnya produksi pangan dan dengan sendirinya
dimaksudkan juga meningkatkan penghasilan para petani-pemilik-penggarap.
153