Page 296 - Mozaik Rupa Agraria
P. 296
Sosiologi nelayan berbeda dengan masyarakat yang
mempunyai matapencaharian berbasis lahan, terutama dari sisi
strategi hidup dan kesempatan berusaha. Dengan demikian,
kerangka analisis untuk memetakan, mengurai, memahami, dan
merumuskan persoalan kelautan tidak dapat lagi menggunakan
perspektif daratan.
Konsep Mare Liberum telah berubah menjadi Mare
Reservarum (Russ dan Zeller, 2003 cit Satria, 2009 ), penerapan
12
konsep ini adalah globalisasi isu ekologi melalui Code of Conduct
Responsible Fisheries (CCRF). Turunan dari CCRF adalah
International Plan of Action (IPOA) tentang Illegal, Unreported,
and Unregulated Fishing (IUUF). Berbagai lembaga pengelolaan
perikanan dibentuk tanpa pertimbangan letak geografi negara,
semisal Conventiion for Concervation of Southern Bluefin Tuna
(CCSBT) di wilayah Pasifik dan Indian Ocean Tuna Commision
(IOTC) di wilayah Samudera Hindia. Anggota CCSBT adalah
Australia, Jepang Selandia Baru, sedangkan anggota IOTC antara
lain ialah Perancis, Korea, Jepang, Inggris, dan Malaysia. Indonesia
menjadi anggota IOTC pada 2007.
Di dalam komisi-komisi kelautan itu diberlakukan Total
Allowable Catch (TAC). Jumlah kuota tangkapan untuk setiap
negara anggota berbeda, pada tahun 2000, melalui CCSBT, Jepang
mempunyai kuota 52 %, Australia 45 %, dan Selandia Baru 3 %.
Negara yang tidak menjadi anggota CCSBT tidak berhak memiliki
kuota. Sehingga, jika negara tersebut tetap beroperasi di perairan
CCSBT, maka dianggap sebagai penumpang gelap (free rider).
Penangkapan ikan oleh Indonesia di wilayah yang sah juga dapat
dikategorikan pelanggaran IUUF jika tidak terlaporkan dan tidak
diatur regulasi.
12 Satria, Arif. 2009. Ekologi Politik Nelayan. LKis Yogyakarta
Deagrarianisasi dan Reforma Agraria 283