Page 300 - Mozaik Rupa Agraria
P. 300
membuat pertanian subsisten sekalipun menjadi terintegrasi
dengan ekonomi global.
Pembeda utama dari pola pertanian intensif dan pola pertanian
survival adalah keterlibatan pasar dalam moda produksi. Sawah
tak terelakkan terhadap pasar, terkecuali bagi masyarakat tertentu
yang dinilai sebagai pembangkang kekuasaan. Ladang berpindah
relatif bertahan terhadap serangan modernisasi, meskipun
konsekuensinya mereka akan dimusnahkan dengan dilekati
istilah perambah hutan yang merusak ekosistem. Sungguhpun
dalam kebudayaan tidak ada hirarki, wacana bahwa sawah lebih
baik daripada ladang berpindah sulit ditolak oleh kalangan yang
pemikirannya dibentuk oleh sekolah.
Di Indonesia, pergulatan menemukan definisi agraria
pun seraya mengikuti: “dalam perspektif sawah/pertanian
intensif dan a la Jawa”. Contoh nyata: dalam rumusan dan cara
siapakah ekosistem dan masyarakat Papua hendak dibangun
(baca: diubah)? Siapa yang akan untung/rugi dalam mekanisme
pengubahan ekosistem dan sosial ini: masyarakat dalam tradisi
berburu atau masyarakat yang merasa lebih maju? Hingga hari
ini, lahan gambut sejuta hektar di Kalimantan Selatan adalah
monumen dinamika agraria yang menyisakan kolam larutan
asam. Sampai di sini, dapatkah kamu bayangkan bahwa definisi
agraria dapat menentukan hidup/matinya suatu kelompok sosial
lengkap dengan kebudayaannya?
Cerita ironis datang dari kisah Revolusi Hijau.
Kiranya masih belum pudar dari ingatan, kemantapan
industri di sektor pertanian Indonesia pascakolonial ditandai
oleh sebuah tonggak yang amat terkenal: Revolusi Hijau. Tonggak
ini, secara teknis merupakan satu paket intensifikasi berbasis
teknologi yang dikenal sebagai panca usaha tani:1) Pemupukan
kimia; 2) Penggunaan benih unggul; 3) Pemberantasan hama; 4)
Deagrarianisasi dan Reforma Agraria 287