Page 302 - Mozaik Rupa Agraria
P. 302

sebagai lawan ideologi negara oleh pemerintah). Dampak Revolusi
           Hijau benar-benar menghijaukan pelosok-pelosok desa, baik itu
           hijau daun tanaman maupun hijau seram suatu pakaian seragam.
               Sekali  lagi, berhasilkah Revolusi Hijau? Secara lingkungan,
           Tidak. Paket teknologi itu menaikkan produksi tanaman tetapi
           menurunkan produktifitas lahan karena pupuk kimia membuat
           tanah kurus dan benih unggul adalah organisme yang rakus. Selain
           itu, pestisida  tak  hanya  membunuh  agen  penganggu  tanaman
           (hama)  tetapi  juga agen  pembantu  tanaman  (musuh alami,
           predator, penyerbuk).  Air  juga  terkontaminasi racun,  binatang
           melata pemangsa tikus sudah mulai jarang. Hal terburuk justru
           menimpa manusia karena sebagai makhluk di puncak piramida
           makanan  manusia adalah agen  yang  menerima akumulasi
           bahan pencemar paling tinggi. Secara sosial, Tidak. Modernisasi
           memang memberi kemudahan dalam produksi barang dan jasa
           tetapi menyulitkan  petani  untuk membuat keputusan  sendiri
           atas hidupnya. Secara budaya,  Tidak.  Petani  telah kehilangan
           satu paket pengetahuan tentang budidaya yang berumur ribuan
           tahun,  tergantikan  oleh  pengetahuan ilmiah  yang mendukung
           kelangsungan hidup raksasa ekonomi baru. Secara ekonomi, petani
           gurem terjerat hutang dan menjadi pengganjal bagi kemantapan
           pembangunan  bias kota,  yaitu  penghasil  pangan  melimpah
           (artinya menaikkan konsumsi sarana produksi), sehingga pangan
           menjadi murah agar upah buruh juga turut rendah.
               Belakangan, kesimpulan para pakar studi agraria  baik Mahzab
                                                         18
           Bogor maupun Mahzab Bulaksumur—mengacu istilah A.N. Luthfi
           (2010, 2011) , kembali  digemakan: bahwa Revolusi Hijau bukan
                     19

           18   Selain  Gunawan  Wiradi; Sediono  M.P.  Tjondronegoro;  Masri Singarimbun;  dan  Sartono
               Kartodirjo,  Sajogyo  adalah  yang  paling  mengemuka melalui  esai  padatnya  yang  berjudul
               Modernization Without Development (1982), kritik revisionis dari suatu kebijakan.
           19   Luthfi, A.N.  2010.  Pemikiran  Agraria  Bulaksumur:  Telaah  Awal  Sartono Kartodirjo, Masri
               Singarimbun, dan Mubyarto, STPN Press, Yogyakarta.
           _________. 2011. Melacak Sejarah Pemikiran Agraria: Sumbangan Pemikrian Maxhab Bogor. STPN
               Press, Yogyakarta

                                      Deagrarianisasi dan Reforma Agraria  289
   297   298   299   300   301   302   303   304   305   306   307