Page 333 - Mozaik Rupa Agraria
P. 333

Tabel 1. Perbedaan Swapraja dengan Masyarakat Hukum Adat
               Pembeda            Swapraja         Masyarakat Hukum Adat
            Sejarah kemunculan  Hasil kontrak politik antara VOC/  Sistem asli komunitas
                          Pemerintah Kolonial (Antoro, 2014;   nusantara yang masih hidup
                          Perjanjian Giyanti 1755; Perjanjian   sampai saat ini (Zakaria, 2014)
                          Paku Alam I dengan Raffles)
            Posisi politik   Kepanjangan kolonial (Ranawidjaja,   Tidak diakomodasi hukum
            terhadap Kolonial  1955; Shiraisi, 1997)  kolonial (Fitzpatrick, 2010)
            Kedaulatan    Tidak penuh, di bawah kontrol   Penuh, hukum adat
                          pemerintah kolonial (Luthfi et. al.,   mendahului hukum barat
                          2009 dan Perjanjian Politik HB IX dan   (Burns, 2010)
                          Pemerintah Kolonial Hindia Belanda
                          1940)
            Watak penguasaan   Individual, menganut sistem   Komunal, penguasaan
            sumberdaya    kepemilikan, mengukuhkan domein   bersama (Topatimasang, 2005)
                          verklaring (Rijksblad Kasultanan
                          No 16 Tahun 1918 dan Rijksblad
                          Pakualaman No 18 Tahun 1918)
            Eksistensi di dalam   Didudukkan sebagai warisan budaya   Didudukkan sebagai kesatuan
            hukum         (UU No 13 Tahun 2012)    masyarakat (Putusan MK No
                                                   35 Tahun 2012)
           Sumber: Antoro, 2015.
               Keistimewaan DIY tak hanya diperjuangkan melalui mobilisasi
           massa,  tetapi juga melalui  argumentasi-argumentasi,  antara lain
           ialah: 1) Argumentasi sejarah bahwa Kasultanan dan Pakualaman
           merupakan negeri yang berdaulat sebelum kemerdekaan RI serta
           memiliki  tata  hukum sendiri ; 2)  Argumentasi hukum bahwa
                                       15
           kedudukan  istimewa dari  hak  serta wewenang  Kasultanan dan
           Pakualaman belum  diatur UU  sehingga  di DIY masih  terjadi
           “kekosongan hukum” terutama di bidang pertanahan (Sembiring,
           2012: 58-60  dan Munsyarief, 2013: 62-63 ) ;3) Argumentasi politik
                                               17
                     16
           bahwa revitalisasi  UUPA  diperlukan untuk  mengakomodasi
           hak  swapraja atas  tanah .  Studi-studi terdahulu tentang  DIY
                                   18
           juga  menguatkan argumentasi di atas,  yang dihadirkan  untuk


           15   Sabdatama Hamengku Buwono X tanggal 10 Mei 2012. Argumentasi ini gugur, lihat Antoro
               (2014: 436)
           16   Sembiring, Julius. 2012. Tanah Negara. Yogyakarta: STPN Press
           17   Munsyarief. 2013.  Menuju Kepastian Hukum  atas  Tanah:  Kasultanan  dan  Pakualaman
               Di Daerah Istimewa  Yogyakarta.  Yogyakarta: Penerbit Ombak. http://www.academia.
               edu/6709379/Menjamin_Kepastian_Hukum_Atas_Tanah_Kasultanan_dan_Pakualaman
           18   Rapat Dengar Pendapat Panja RUUK DPR RI dengan pihak Kasultanan, lihat Ibid, 2014: 437

           320    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   328   329   330   331   332   333   334   335   336   337   338