Page 376 - Mozaik Rupa Agraria
P. 376
konsisten melawan pembangunan industri dan akan merenggut
mata pencaharian sekaligus mencemari kampungnya. Masing-
masing dari mereka membawa hasil panen dan melautnya untuk
dimakan bersama-sama sebagai bukti rasa syukur atas apa yang
mereka perjuangkan selama ini. Sebagian besar dari mereka
menggantungkan hidupnya dari tanah dan perairan luas sejak
turun-temurun. Dengan hadirnya pembangunan PLTU yang akan
merampas segalanya, maka perlawanan dengan menduduki lahan
adalah jawaban.
Titik Awal Perjuangan
Gerakan penolakan masyarakat sebenarnya sudah dimulai
sudah sejak lama, di mana PLTU Indramayu I berkapasitas 3 x (300-
400) MW berdiri tidak jauh dari lokasi rencana pembangunan
PLTU II. Gerakan masyarakat tersebut awalnya diinisiasi oleh
kelompok nelayan di Desa Ujung Gebang, Kecamatan Sukra.
Sejak beroperasinya PLTU I, nelayan tradisional tersebut adalah
kelompok yang paling vokal menyuarakan atas dampak yang
mereka terima. PLTU I merupakan program pengembangan dari
PT. PLN (Persero), namun konsrosiumnya dari China National
Mechinery Industry Corp. 2
Setelah PLTU I beroperasi, dampak nyata pun sudah mulai
terasa. Pohon-pohon kelapa mulai banyak yang mati, begitupun
bagi nelayan sekitar yang mengandalkan permukaan bibir pantai.
Ajid, salah satu dari kelompok nelayan terdampak mengungkapkan
bahwa setelah adanya PLTU di wilayahnya cukup mengganggu
bagi aktivitas nelayan dalam mencari hasil tangkapannya. Nelayan
pun kerap kali jaringnya tersangkut oleh kapal-kapal tongkang
pengangkut batubara yang hilir mudik sesukanya.
2 https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170129171404-20-189849/melawan-ancaman-
limbah-batubara-di-pltu-indramayu [dikases 12/3/2021]
Gerakan dan Perjuangan Agraria 363