Page 406 - Mozaik Rupa Agraria
P. 406
mudah dan cepat mendatangkan uang. Mereka tidak dicatat dalam
administrasi sipil dengan alasan mereka pendatang, sehingga
dianggap penduduk liar oleh pemerintah. Kawasan Gumuk Pasir
menjelma habitat baru bagi kaum marjinal dari berbagai daerah,
80 % merupakan penghuni tetap dan sisanya penduduk musiman,
yaitu mereka yang tinggal ketika wisata ramai, dan pergi ketika
wisata sepi.
Menurut sejarah lokal, kawasan Gumuk Pasir disakralkan
karena merupakan lokasi kontemplasi pendiri kerajaan Mataram
di Jawa (moyang Kesultanan Yogyakarta). Proses kontemplasi
ini diwujudkan dengan penyatuan visi pendiri Mataram (lelaki,
manusia) dengan Ratu Laut Selatan (perempuan, simbol alam)
dalam ritual seks. Ziarah ini berkembang menjadi aktivitas
wisata yang pengelolaannya semula oleh warga setempat lalu
diambil alih oleh pemerintah, sebagai atraksi kebudayaan.
Ritual seks yang semula spiritual bergeser maknanya menjadi
rekreasi, melahirkan jenis pekerjaan baru, yaitu pramunikmat.
Hingga 2007, jasa pramunikmat menopang ekonomi warga kecil.
Karena pelaksanaan Peraturan Daerah Kabupaten Bantul tentang
antiprostitusi, mulai 2010 bisnis jasa kenikmatan tergantikan oleh
bisnis hiburan malam karaoke. Namun, pembersihan paksa bisnis
kenikmatan ini menghadapi perlawanan. Komunitas Gumuk Pasir
membentuk organisasi perlawanan yang agendanya menolak
penggusuran.
Sekitar 2010-2012, sejumlah mahasiswa dalam lingkar Marxis
(berikatan sejarah dengan Partai Rakyat Demokratik) masuk dan
mengorganisasi Komunitas Gumuk Pasir, diantaranya KPO Partai
Rakyat Pekerja; Perempuan Mahardika; Mahasiswa Pembebasan;
dan Partai Perjuangan Rakyat (PPR) yang mana aktivisnya
berafiliasi dengan organisasi Serikat Perempuan Kinasih (SPK)
dan Gema Demokrasi (GEDOR). Organisasi penolak penggusuran
Gerakan dan Perjuangan Agraria 393