Page 415 - Mozaik Rupa Agraria
P. 415
Persoalan ini kini menghangat dan setiap pihak yang terlibat
masih saling lempar tanggungjawab untuk klarifikasi lapangan
dan keterbukaan informasi. Persoalannya bukan: Apakah secara
administratif penyaluran donasi itu sudah sesuai peruntukannya
sebagaimana yang tercatat?, namun sejak dari awal: Apakah
agenda itu dibicarakan secara terbuka dengan warga tergusur dan
penggunaannya diawasi oleh warga, termasuk nasib donasi yang
tersisa? Hal yang lebih penting ialah: Bagaimana hal serupa tidak
terulang di manapun?
Dalam agenda penggalangan dan pengelolaan donasi untuk
warga tergusur di Komunitas Gumuk Pasir, Komite Bersama
Reformasi (KBR) dan Jogja Darurat Agraria (JDA) sudah
memberikan contoh yang baik dan tepat sasaran, meski jumlah
donasi yang mereka peroleh jauh lebih sedikit daripada SPK.
Apakah motivasi elit untuk menolak penggusuran murni
untuk menyelamatkan ruang hidup massa yang tergusur? Jika
jawabannya Ya, maka pertama, pilihan menerima relokasi dan
ganti rugi tidak terjadi, karena kesempatan untuk menang yang
ditawarkan kelompok pendamping lain (lingkar FKMA, KBR, JDA)
yaitu: gugatan atas proyek konservasi di atas Tanah Kasultanan
(tanah privat) tidak berdasar hukum, ditolak oleh para Patron
dengan isu: komunitas lain memecah belah persatuan kesatuan
perjuangan bila tak selanggam strategi para patron. Kedua,
keputusan menyerah itu diambil setelah INKOPAD menerima
tawaran relokasi dan tidak akan melibatkan elit-elit Komunitas
Gumuk Pasir sebagai para penjaga tambak.
Apakah Aliansi Politik Komunitas Tionghoa, Komunitas
Gumuk Pasir, dan Kelompok Patron Politik-Intelektual
membuahkan hasil? Tidak, karena yang terjadi adalah mobilisasi
untuk kepentingan politik masing-masing, bukan penyadaran
apalagi gerakan sosial. Apabila itu merupakan aliansi perjuangan,
402 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang