Page 417 - Mozaik Rupa Agraria
P. 417

hujan. Selain itu, mereka juga menggarap lahan sempit (umumnya
           berupa terasering, bukan bentangan) di dusun masing-masing dan
           berburu belalang untuk bisnis cemilan sebagai hasil tambahan.
               Modernisasi pertanian  ternyata  tak  sesuai untuk  lahan
           sempit. Ongkos bertani lebih banyak daripada penghasilan dari
           pertanian. Pupuk, pestisida dan benih harus dibeli. Ketika tiba
           panen, mereka harus mengupah buruh. Akhirnya, ladang-ladang
           mulai ditinggalkan, bahkan digadai untuk modal usaha.
               Mereka berdagang di pantai Baron dan memungut sampah di
           Tempat Pembuangan Akhir di kota untuk menambah penghasilan,
           memulung jadi profesi favorit terutama generasi muda. Di pantai
           yang  dibuka leluhur,  mereka  membuka  warung menjajakan
           kudapan, menyewakan toilet, dan jasa parkir. Bisnis wisata kecil-
           kecilan  menggantikan  pertanian,  menjadi  satu-satunya sumber
           penghidupan  bagi warga di  3 dusun.  Kebutuhan  sehari-hari
           dicukupi dengan membeli.
               Hampir seluruh pelaku bisnis di pantai itu menggantungkan
           pasokan barang dagangan dari satu sumber, yaitu kepala dusun
           tetangga. Ia  seorang  pemilik  dan  pengelola bisnis kelontong
           yang menyediakan kebutuhan  warga  dari  popok hingga kain
           kafan, kebutuhan hidup sepanjang hayat. Ia juga sering menjadi
           tumpuan warga yang hendak hajatan besar, semacam jasa event
           organizer.  Karenanya,  ia sangat dipercaya dan dipatuhi sebagai
           Patron Ekonomi, meskipun kalah dalam pemilihan kepala desa
           2013  dan  tampaknya belum menyerah  untuk mencoba.  Ia juga
           berelasi  dengan PDIP,  partai  penaung Ketua DPRD Kabupaten
           Gunungkidul, Kepala Dusun  tersebut  pernah mencoba
           mendatangkan  politisi  PDIP (Ketua DPRD) ke  pantai  tersebut
           untuk turut membuka lapak dan menjamin ‘keamanan’.
               Di desa  Kemadang,  pola  panutan-manutan  terpelihara.
           Budaya itu warisan sejak zaman kolonial hingga Orde Baru. Di


           404    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   412   413   414   415   416   417   418   419   420   421   422