Page 418 - Mozaik Rupa Agraria
P. 418
masa Orde Baru, mereka dipimpin seorang kepala desa yang
merangkap anggota polisi aktif, abdi dalem (pelayan setia)
Kesultanan pimpinan Hamengku Bawono ka-10, pelaku bisnis
kuliner, dan pemilik salah satu bukit hutan rakyat di pesisir
itu (tahun 2015 lalu ia memasang iklan penjualan bukit hutan
miliknya). Semasa menjabat sebagai kepala desa, ia mengatur
hubungan hukum antara tanah dengan penggarap, dan menerima
pajak garapan dalam status Tanah Kesultanan. Meski kini tak lagi
menjadi kepala desa, ia seorang polisi aktif yang disegani dan
berpengaruh. Karenanya, ia dipatuhi seluruh lapisan masyarakat
di wilayah pemerintahannya sebagai Patron Politik, termasuk
oleh kepala dusun sang Patron Ekonomi.
Ada seorang lagi yang berpengaruh, seorang intelektual.
Satu-satunya doktor di kantor dinas kabupaten, begitu ia sering
sesumbar. Jebolan gerakan Himpunan Mahasiswa Islam, ia kini
menjadi orang penting di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kabupaten pasca karir politiknya sebagai tim sukses pasangan
calon bupati pada pilkada 2015. Ia memiliki beberapa lapak di
beberapa obyek wisata pantai selatan. Ia juga aktif berpraktik
sebagai perantara sewa tanah yang berlabel Tanah Kesultanan,
terutama menurut versi dan untuk kepentingan keturunan Sultan
Hamengku Buwono ke-7 bersama para makelar tanah. Sebagai
orang yang pintar berbicara dan mampu membaca celah, ia
memukau warga dan segera menjadi Patron Intelektual.
Patron Ekonomi, Patron Politik, dan Patron Intelektual itu
bekerja di kalangan rakyat jelata, dan dilengkapi dengan Patron
Ekonomi Politik yaitu Kepala Desa terpilih sebagai bawahan dari
Bupati Gunungkidul dan Gubernur DIY. Penguasa resmi sedang
menjalankan agenda Keistimewaan DIY di bidang pertanahan dan
penataan ruang, yaitu penguasaan kembali seluruh tanah sebagai
hak milik Kesultanan dan Kadipaten Pakualaman dan perubahan
Gerakan dan Perjuangan Agraria 405