Page 421 - Mozaik Rupa Agraria
P. 421
Di penghujung 2 tahun masa bertahan, Eny Supiani datang
kembali. Kali ini ia lebih cerdik, ia meminta Kepala Desa untuk
memberi tempat pengganti di wilayah yang sama dengan status
tanah yang sulit digugat warga, yaitu Tanah Desa. Kepala Desa
memfasilitasinya dengan mengubah status Tanah Oro-oro (tak
bertuan) menjadi Tanah Desa. Menurut Perda Istimewa DIY
No 1 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan dan Pengelolaan Tanah
Kasultanan dan Tanah Kadipaten, baik tanah tak bertuan maupun
Tanah Desa menjadi Tanah Kasultanan atau Tanah Kadipaten
Pakualaman. Sebagai penjamin keamanan, Eny Supiani bekerja
sama dengan Harun, seorang makelar tanah di lingkar keturunan
Hamengku Buwono ke-7. Keluarga besar keturunan Hamengku
Buwono ke-7 ini bermusuhan dengan Hamengku Bawono ka-10
karena berebut aset tanah. Harun memelihara penjaga keamanan
aset Eny Supiani di lapangan, seorang jawara dari dusun para
anggota Komunitas Celana Merah. Saat ini Eny Supiani sudah
mendirikan bangunan sebagai bukti keberhasilannya, di saat
yang sama perwakilan LBH Yogyakarta berorasi di panggung
Peringatan Celana Merah menyatakan Komunitas Celana Merah
sudah memenangkan perjuangan.
Apakah Patron Ekonomi, Patron Politik, dan Patron
Intelektual sejalan dengan cita-cita Komunitas Celana Merah?
Jika jawabnya YA, maka tak akan ada keberatan; sabotase;
maupun pembungkaman terhadap perlawanan Keistimewaan
DIY; sehingga, setidaknya dendang-dendang perlawanan akan
nyaring terdengar.
Apa yang menyebabkan ketiga patron itu tak sejalan dengan
derap langkah Komunitas Celana Merah? Ketika Eny Supiani
datang tanpa permisi dan mengusir Komunitas Celana Merah,
maka barang-barang dagangan Patron Ekonomi tak memperoleh
pasar; dagangan politik Patron Politik berupa Tanah Kasultanan
408 Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang