Page 529 - Mozaik Rupa Agraria
P. 529

“Lemahe alas  cen  wis tak  tuku.  Ning  surtipikate omah  iki
           isih  dadi barang  gadhen. Kandhanana,  yen utange sepuluh  yuta
           ra disaur, omah lan pekarangane dak jupuk. Oh ya karo anakane
           dadi 13 yuta!” Bu Darmi berkata, tanah ladang Kirman sudah ia
           beli, tetapi sertifikat tanah rumah dan pekarangannya masih ada
           padanya sebagai jaminan gadai, jika keluarga Kirman tak melunasi
           hutang 10 juta itu,  maka  rumah  dan  pekarangannya  akan  dia
           ambil. Bu Darmi juga mengingatkan, hutang Kirman ditambah
           bunga jadi 13 juta rupiah.

               “Sendika, Den Ayu.” Tukiran siap melaksanakan perintah.
               “Wis gek budhala, nyoh… Iki tampanen paringanku, kanggo
           ududmu.” Bu Darmi  memerintah  Tukiran  segera berangkat ke
           rumah Kirman, sambil melempar uang rokok pada pembantunya.
           Tukiran beranjak pergi setelah mengucapkan terima kasih.
               “Punten dalem sewu,  Den  Ayu.” Marni masuk  ruangan,
           memohon maaf.

               “Ya ana apa, Ni?” Bu Darmi menanyakan kepentingan Marni.

               “Wonten dhayoh, Den  Ayu. Saking  negara.” Marni
           memberitahu Bu Darmi bahwa ada tamu dari kota, orang di desa
           itu biasa menyebut kota dengan negara.

               “Jakarta apa ngendi?” Bu Darmi menanyakan apakah tamunya
           dari Jakarta atau kota lain?
               “Ngayogja, Den Ayu.” Marni menjawab, tamunya dari Jogja.

               “Ya,  kon njenggruk sik, sedhela  engkas tak  mara,  tak
           nyimpen surtipikat iki  dhisik.  Gawekna  wedang  sisan,  Ni.” Bu
           Darmi menyuruh Marni supaya mempersilakan tamu itu duduk
           dan membuatkannya minuman, ia  akan  segera  datang  setelah
           menyimpan kembali berkas-berkasnya.





           516    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   524   525   526   527   528   529   530   531   532   533   534