Page 526 - Mozaik Rupa Agraria
P. 526
jajakan. Apa kau tak melihat, Nem? Ibunya memandangimu aneh,
seakan kau berbicara pada entah, seolah kau bercengkerama
dengan kekosongan setiap kali kau mengunjungi mereka. Kau
ingin gadis itu mengisi ruang hatimu yang hampa? Jangan
berharap, Nem. Barangsiapa menanam harapan maka harus
bersiap panen kekecewaan.
“Harapan! Aku masih punya harapan.”
Dusta! Tak ada harapan bagimu, Nem. Kau hanya sebatang
kara. Tak ada yang menginginkanmu. Kau tak dicintai, bahkan
hanya untuk sesaat. Kau tak ingat? Baru kemarin, ya baru kemarin
anakmu menolak kau ajak pulang, padahal minggu ini masa libur
sekolah. Boneka cantik itu menggantikan posisimu. Boneka
cantik hadiah bekas mertuamu untuk anakmu. Kau cemburu
pada boneka anakmu.
Anakmu adalah satu-satunya harapanmu, Nem. Begitu
bukan? Apalagi yang bisa kau harapkan dari dirimu? Lihatlah
dirimu, bagaimana kau dapat berjalan tanpa pijakan? Asamu
telah putus. Kau hanya punya putus asa.
“Tanya! Aku hanya punya tanya sekarang.”
Ya. Bertanyalah, Nem. Hidupmu hanya sisakan tanya.
“Aku harus apa?”
Akhiri semua, Nem. Akhiri penderitaanmu. Raihlah
selendang itu. Ikatlah erat pada kaki ranjang bambumu, ikat
sekuat tekadmu. Buatlah simpulnya, kau masih ingat kan? Sama
seperti kau ikat leher kambing bekas juraganmu, tapi sedikit lebih
ketat. Pastikan kau kalungkan perlahan, tak usah terburu. Segala
yang buru-buru biasanya berujung kegagalan.
Mari, Rubinem. Kemarilah, jangan ragu. Makna hidup akan
kau rasai ketika hidup tak lagi kau miliki.
Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental 513