Page 530 - Mozaik Rupa Agraria
P. 530

“Sendika,  Den  Ayu.” Marni  siap melaksanakan  perintah
           majikannya.
               Beberapa  saat kemudian,  tamu itu berdiri  menyambut
           kedatangan Bu Darmi. “Sugeng, Bu Darmi.” Mereka bersalaman
           ujung jari, menangkupkan telapak tangan.

               “Panjenengan  sinten, Nak Mas?” Bu Darmi bertanya  pada
           tamunya, siapakah dia?
               “Oh… Kulo Wironegari, kula utusan saking Sinuhun.” Tamu
           itu mengaku bernama Wironegari, utusan dari Baginda.

               “Weh ladalah. Tamu Agung. Lha wonten kersa punapa?” Bu
           Darmi  girang,  tak menyangka kedatangan  tamu  agung, lalu
           menanyakan apa kepentingannya.
               “Anu, Bu. Menika kula ngaturaken nawala saking Kawedanan
           Hageng saking Kedhaton. Monggo.” Tamu itu berkata ia hendak
           menyampaikan  surat dari  Kawedanan  Agung,  salah  satu  badan
           kerajaan yang  mengurusi  kekayaan kerajaan. Sebuah surat dari
           kerajaan.
               “Oh, inggih, Nak Mas. Kula tampi. Anu, Nak Mas, kula niki
           tiyang  kina.  Mboten  saged basa  Endonesa,  mboten saged maos
           serat gedrik. Namung ngertos petangan arta. Punapa kula kepareng
           nyuwun tulung dipunwaosaken nawala sapunika, Nak Mas?”  Bu
           Darmi menerima surat itu, namun ia malu-malu mengakui bahwa
           dirinya buta aksara latin, tidak bisa berbahasa Indonesia, meski
           pun  tahu berhitung  dan bagaimana menggunakan  uang. Bu
           Darmi meminta tolong pada tamunya membacakan isi surat dari
           kerajaan itu.

               “Kanthi bingahing manah, Bu. Cobi kula waosaken mawi Jawi”
           Tamunya dengan senang hati membantunya, ia akan membacakan
           isi surat itu dan langsung diterjemahkan dalam bahasa Jawa.



                                Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental  517
   525   526   527   528   529   530   531   532   533   534   535