Page 539 - Mozaik Rupa Agraria
P. 539

Lima hari lalu Bu Darmi pulang opname akibat jatuh sakit
           karena  kelelahan  dan  kurang  gizi.  Ketika  kami  membesuknya,
           Marni, pembantu Bu Darmi, bercerita kalau sudah seminggu Bu
           Darmi susah makan dan tidur. Ia rindu pada kelima anaknya yang
           jarang menjenguknya. Mereka sudah hidup mapan di Jakarta. Ada
           yang jadi dosen; peneliti; CEO perusahaan; birokrat; dan seniman
           ternama. Karena dinilai cukup sehat, dokter merujuknya dirawat
           di rumah.  Kelima  anak  Bu  Darmi  pun  di panggil  pulang,  tapi
           hanya seorang yang datang.

               Sepanjang perjalanan Tumijo bercerita bahwa sejak Bu Darmi
           pulang opname, ia berperilaku aneh. Bu Darmi sering meracau
           dan menyebut  nama-nama  mendiang  yang  meninggal  tidak
           wajar di desa ini. Menurut kabar burung yang beredar di desa, Bu
           Darmi  akan bernasib  seperti  Tiara, Kirman  dan Rubinem yang
           berperilaku sama. Mereka ditemukan meninggal beruntun tahun
           lalu, hanya berselang bulan.

               Kami  tiba  di  Tempat  Kejadian  Perkara  (TKP).  Warga
           berkerumun, gumam-gumam yang tak jelas mendengung. Selain
           Kepala  Dusun, di  sana  sudah ada  Brippol  Wahyu dan  Briptu
           Husen. Mereka berpakaian dinas, keduanya rekan kerjaku yang
           kebetulan kemarin dijadwalkan tugas malam. Aku malu karena
           sebagai  atasan  mereka penampilanku  seadanya. Warga  yang
           berkerumun segera menyingkir, memberi jalan padaku, beberapa
           masih mengupayakan tangga darurat untuk menurunkan mayat.
               Aku memperhatikan seksama, Bu Darmi bergelantung pada
           ketinggian kira-kira 20 meter pada cabang pertama sebuah pohon
           jati. Ia berkebaya, pinggang hingga mata kaki terbalut kain ketat.
           Mustahil baginya memanjat pohon setinggi itu pada usianya yang
           ke-72. Matanya nyaris keluar, lidahnya terjulur panjang. Tubuhnya
           terbujur kaku. Tak kudapati aroma air seni atau ceceran tinja di
           bawah tubuhnya, di tempatku berdiri. Tangan kanannya terbelit



           526    Mozaik Rupa Agraria: Dari Ekologi Politik hingga Politik Ruang
   534   535   536   537   538   539   540   541   542   543   544