Page 536 - Mozaik Rupa Agraria
P. 536
pengabdian? Bu Darmi mengalami dilema, antara patuh sebagai
abdi lalu kehilangan kekayaannya atau mengingkari posisinya
sebagai abdi demi mempertahankan tanah-tanah yang telah
beralih menjadi miliknya.
Beberapa hari Bu Darmi mencoba menghubungi anak-
anaknya yang masih di Indonesia, tetapi tak satupun memberi
kepastian bisa pulang. Dilema membuatnya semakin menderita.
Bu Darmi merasa jadi buruan sang waktu, dikejar dan akhirnya
diterkam kenyataan.
“Den Ayu, kapurih dhahar rumiyin. Sampun kalih dinten Den
Ayu mboten kersa napa-napa.” Marni membujuk Bu Darmi untuk
makan, sudah dua hari Bu Darmi tak makan apapun.
“Kuswanto… Kustirah… Kusumo… Kus Indarto… Kuswanti…,
mulih Ngger, Ibu kangen. Ibu kudu ketemu…” Bu Darmi meracau
memanggil anak-anaknya, mengharap kepulangan mereka.
“Kawula aturi dhahar napa ngunjuk, Den Ayu. Ampun makaten,
Den Ayu mangkih gerah.” Marni tak menyerah membujuk Bu
Darmi untuk makan dan minum, agar Bu Darmi tak jatuh sakit.
Kondisi kesehatan Bu Darmi menurun cepat, ia jatuh
pingsan ketika hendak ke kamar mandi. Marni berteriak meminta
pertolongan tetangga. Mereka membawa Bu Darmi ke rumah
sakit. Lalu, Marni menghubungi Kusumo, salah satu anak Bu
Darmi di Jakarta. Kusumo berjanji pulang dua hari lagi, karena
tiket penerbangan mana pun sudah habis. Begitu pula tiket kereta
tercepat.
“Sejak kapan Bu Lik Darmi sakit, Ni?” Prawiro bertanya pada
Marni.
“Sejak tiga hari lalu, Den Bagus. Saya ndak tahu persis, tapi
sejak kedatangan tamu dari Jogja, kondisi Den Ayu semakin
Politik Ruang, Populasi dan Kesehatan Mental 523