Page 88 - Mozaik Rupa Agraria
P. 88
rangka masyarakat adil dan makmur, meletakkan landasan
bagi terwujudnya kesatuan dan keadilan hukum pertanahan,
meletakkan landasan untuk memberikan kepastian hukum
mengenai hak atas tanah bagi masyarakat secara keseluruhan.
Pasal 7 dan Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Pokok Agraria yang
mengatur tentang pembatasan dan kepemilikan tanah dilanjutkan
dan dilaksanakan dengan disahkannya Undang-undang Nomor
56 Tahun 1960 tentang Luas Maksimum dan Minimum Tanah
Pertanian. Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1961.
Melalui undang-undang ini dilaksanakan program perbaikan
di bidang pertanahan yang dikenal dengan landerform, yaitu
program perombakan kepemilikan dan penguasaan tanah.
Dengan demikian telah diterapkan luas maksimal dan minimal
kepemilikan lahan pertanian, dimana dengan berlakunya undang-
undang ini batas maksimal kepemilikan lahan adalah 20 hektar
dan minimal lahan yang berhak dimiliki petani untuk bertahan
hidup adalah 2 hektar.
Selain lahan, penguasaan petani terhadap benih adalah
salah satu permasalahan yang dihadapi petani pasca revolusi
hijau. Sebelum revolusi hijau petani memiliki kemampuan untuk
memproduksi benihnya sendiri yang memiliki keaneragaman
sesuai dengan kondisi iklim dan tanah yang mereka garap. Sejak
revolusi hijau, petani kehilangan kedaulatannya atas benih
karena petani diwajibkan menanam benih-benih dari varietas
hasil pemuliaan tanaman yang diklaim memiliki keunggulan
demi mensukseskan swasembada pangan. Petani tidak memiliki
kemerdekaan untuk memilih varietas yang sesuai dengan iklim,
tanah, dan kebutuhan petani. Sejak saat itu petani menjadi
tergantung pada industri benih untuk aktivitas bertaninya.
Berangkat dari uraian di atas, artikel singkat ini bermaksud
membahas permasalahan pertanahan dan perbenihan yang
Ekologi Politik/Ekonomi Politik Sumberdaya Agraria dan Lingkungan Hidup 75