Page 115 - Kembali ke Agraria
P. 115
Usep Setiawan
kebijakan pengelolaan sumber daya alam, dan (3) kecenderungan
digunakannya kembali pendekatan keamanan dalam menangani
kasus konflik agraria.
Tulisan ini hendak mengurai ketiga pelajaran di atas sehingga
ditemukan alternatif solusi, khususnya di tataran kebijakan.
Konflik penguasaan
Sudah menjadi kenyataan sosial yang sulit dibantah bahwa kon-
flik penguasaan atas alat produksi (tanah) menjadi wajah sehari-
hari di lapangan agraria. Konflik agraria yang terjadi saat ini sesung-
guhnya adalah warisan dari masa lalu. Kasus Bulukumba merupa-
kan contoh nyata dari upaya sistematis pemerintah, aparat keamanan,
dan badan usaha bermodal besar untuk membendung perjuangan
rakyat untuk mendapatkan haknya atas tanah dan kekayaan alam
lainnya dengan cara represif. Padahal, perjuangan rakyat ini
bukanlah tindakan kriminal yang melanggar hukum, melainkan usa-
ha langsung yang sah untuk dilakukan ketika rakyat tidak mendapat
perhatian penguasa dalam mencukupi kebutuhan pokok bagi peme-
nuhan kebutuhan hidupnya, yakni tanah.
Konflik di Bulukumba bukanlah kejadian pertama, bukan satu-
satunya, dan dikhawatirkan bukan kasus yang terakhir. Jauh sebelum
ini, ketika Orde Baru berkuasa (1966-1998), telah terjadi ribuan kasus
tanah yang berskala luas. Untuk menyebut contoh, Komnas HAM
mencatat lebih dari 5.000 pengaduan kasus tanah yang mereka terima,
dan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mencatat sepanjang Orde
Baru telah terjadi 1.700 lebih kasus tanah di seantero Tanah Air-
pada kenyataannya di lapangan bisa sampai puluhan ribu kasus.
Hingga saat ini, konflik agraria belum ditangani secara sistematis
dan menyeluruh. Konflik di lapangan telah mendorong rakyat
mengambil langkah sendiri dalam mengambil kembali haknya atas
tanah. Motivasi rakyat ini didorong rasa ketidakpercayaan mereka
pada kebijakan, mekanisme dan kelembagaan penyelesaian konflik
selama ini.
96