Page 119 - Kembali ke Agraria
P. 119
Sinar Harapan, 24 September 2003
Membangun Tanpa Menggusur
EBERAPA hari belakangan ini, hampir setiap hari layar kaca
Bdan media cetak dihiasi berita tentang penggusuran di per-
kotaan. Kita menyaksikan ratusan orang korban tak mampu menahan
marah dan duka ketika mereka dipaksa untuk kehilangan rumah
dan harta benda. Kemarahan dan kedukaan mereka ini dipicu operasi
“penertiban” (baca: penggusuran) oleh pemerintah terhadap pemu-
kiman “liar” dan “kumuh” di sejumlah kawasan DKI Jakarta.
Hampir seluruh korban penggusuran itu kaum miskin dan ber-
status sebagai pendatang. Mereka digusur karena dianggap men-
duduki tanah pihak lain secara tidak sah menurut hukum serta
menggangu ketertiban dan keindahan kota. Tidak disangkal bahwa
sebagian besar penduduk miskin di perkotaan tidak memiliki bukti-
bukti legal formal atas penguasaan tanah yang dijadikannya sebagai
tempat bermukim. Tetapi, apakah atas dasar itu semua kaum miskin
di perkotaan dapat dibenarkan untuk diperlakukan semena-mena?
Secara lugas, Tajuk Rencana harian ini telah mengulas tentang
maraknya penggusuran kaum miskin di Jakarta (Sinar Harapan, 20/
9/03) menarik untuk disambut. Peneropongan orientasi, model dan
strategi pembangunan perkotaan yang dikaitkan kondisi pedesaan
akan menjadi fokus khusus tulisan ini.
Akar persoalan
Fenomena penggusuran kaum miskin di perkotaan yang
100