Page 116 - Kembali ke Agraria
P. 116
Kembali ke Agraria
Pendekatan keamanan
Kasus Bulukumba menyadarkan kita bahwa pendekatan
keamanan telah kembali digunakan secara efektif dalam penanganan
kasus konflik agraria. Pada zaman Orde Baru, pendekatan ini diang-
gap sesuatu yang lumrah, karena memang rezim yang berkuasa dike-
nal sebagai otoriter. Namun, begitu masuk era reformasi, pendekatan
ini serta-merta dipandang sudah usang.
Faktanya kita bisa saksikan, sepanjang tahun 1998-2000, keter-
libatan aparat keamanan (polisi dan tentara) dalam kasus tanah terbi-
lang jarang terjadi. Dalam periode ini, gerakan penguasaan kembali
tanah yang dilakukan rakyat (reclaiming) tidak begitu mendapat
hambatan dari aparat keamanan. Dalam banyak kasus yang mencuat,
kaum milisi dan preman sempat tampil ’menggantikan’ peran aparat
keamanan negara dalam kasus konflik agraria. Sejenak kita mengam-
bil kesan, militer telah kembali ke barak.
Dengan meledaknya tragedi Bulukumba, kita tersadar bahwa
aparat keamanan tidak sungguh-sungguh menarik diri sepenuhnya
dari konflik agraria. Ketika reformasi mulai kehilangan arah (2001-
sekarang), aparat keamanan kembali turun gunung dan berhadapan
dengan rakyat yang memperjuangkan haknya atas tanah. Tampilnya
kembali aparat keamanan ini membawa implikasi buruk bagi pene-
gakan hak asasi manusia (HAM) dalam penanganan kasus konflik
agraria. Berbagai perlakuan kekerasan yang dilakukan aparat kepo-
lisian dalam kasus Bulukumba diduga kuat melanggar HAM-seba-
gaimana hasil investigasi Komnas HAM (Agustus 2003) maupun
Kontras (September 2003).
Padahal, menurut Tap MPR No IX/2001 tentang Pembaruan
Agraria dan Pengelolaan Sumberdaya Alam, perlakuan “menghor-
mati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia” merupakan salah
satu prinsip yang wajib diterapkan oleh (aparatus) negara dalam
penanganan konflik agraria.
97