Page 175 - Kembali ke Agraria
P. 175
Usep Setiawan
puluh tujuh butir. Bagian-bagian tersebut meliputi hak-hak petani
atas hidup dan atas penguasaan dan pemakaian sumber daya alam
dan kemampuan pribadinya. Diidentifikasi pula hak petani atas
produksi dan konsumsi, serta pemasaran produk, pengadaan
asupan, dan jaminan mutu akan produknya. Diuraikan pula hak
petani untuk berorganisasi, dan pelanjutan keturunannya serta makh-
luk hidup lainnya yang menjamin kelangsungan hidupnya, dan hak
atas pengungkapan.
Keseluruhan isi deklarasi ini dapat dijadikan indikator dalam
mengukur kondisi hak asasi petani di Indonesia dari masa ke masa.
Hambatan dan peluang
Perjuangan menuju pengakuan hak asasi petani bukanlah tanpa
hambatan. Pertama, belum kuatnya komitmen penyelenggara negara
yang ditandai nihilnya peraturan perundang-undangan yang menga-
kui hak asasi petani. Gagasan perlunya pembentukan UU Hak Asasi
Petani sama sekali belum mendapat lirikan pemerintah. Kedua, belum
kuatnya kesadaran kaum tani untuk mendesakkan hak asasi petani.
Hal ini terjadi karena belum menyatunya pandangan, belum adanya
sinergi strategi dan tindakan dari aktor-aktor gerakan petani, ditam-
bah perhatian yang ada masih parsial dengan pola perjuangan yang
juga dilancarkan sendiri-sendiri.
Ketiga, belum ada lembaga khusus yang mengadvokasi hak asasi
petani. Komnas HAM dinilai terlalu luas cakupan kerjanya, sehingga
sering “memarjinalisasi” advokasi hak petani. Jika Komnas untuk
perempuan dan anak telah ada, kenapa untuk petani tidak. Keempat,
masih berlakunya pembangunan pertanian propasar bebas yang
banyak merugikan petani. Menurut Bonnie Setiawan (2003), World
Trade Organization dan Agreement On Agriculture telah memaksa In-
donesia untuk: membuka pasar domestiknya bagi masuknya komo-
ditas pertanian dari luar dan sebaliknya (market access); mengurangi
dukungan dan subsidi terhadap petani (domestic support) dan mengu-
rangi dukungan dan subsidi bagi petani untuk mengekspor (export
156