Page 176 - Kembali ke Agraria
P. 176
Kembali ke Agraria
competition).
Selain beragam tantangan di atas, kita punya beberapa peluang.
Pertama, adanya Piagam Petani (The Peasants Charter) hasil Konferensi
Sedunia Mengenai Reforma Agraria dan Pembangunan Pedesaan
(FAO-PBB, Roma, Juli 1979). Piagam yang disepakati 145 negara ter-
masuk Indonesia, menekankan: “... pengembangan kelompok-kelom-
pok petani, koperasi, dan bentuk-bentuk lain dari organisasi petani
dan buruh tani yang bersifat sukarela, otonom, dan demokratis”
(Wiradi, 1984). Kedua, adanya pengakuan negara bagi penegakan
HAM dalam amendemen UUD 1945, serta berbagai UU yang terkait
dengan HAM. Sejalan dengan itu, makin menguat pula posisi Komnas
HAM sebagai lembaga negara yang khusus mengadvokasi HAM.
Komnas HAM sudah selayaknya mengarus-utamakan penanganan
masalah petani secara lebih kuat.
Ketiga, adanya Deklarasi Hak-hak Asasi Petani Indonesia sebagai
hasil Konferensi Cibubur (2001). Deklarasi ini telah mencakup hal-
hal pokok yang dihadapi petani Indonesia sekaligus detail mengenai
jenis dan bentuk hak asasi yang harus dilindungi dan ditegakkan.
Keempat, telah tumbuhnya kesadaran di kalangan petani yang ter-
kristalisasi dalam berbagai serikat tani dari tingkat kampung/desa
sampai nasional. Hanya melalui organisasi yang solid dan kuatlah
perjuangan petani dapat menghasilkan dampak signifikan.
Upayakan pengakuan
Mengingat kompleksnya perjuangan pemenuhan hak asasi
petani, maka diperlukan upaya yang sistematis, komprehensif dan
berjangka panjang oleh semua kalangan yang peduli. Kalangan orga-
nisasi tani mestilah mengambil peranan lebih besar ketimbang
sebelumnya. Tak ayal diperlukan konsolidasi kekuatan organisasi
tani yang ada.
Komnas HAM perlu membentuk “sekretariat bersama” dan
mengambil peran sebagai fasilitator atau mediator dalam advokasi
hak petani, termasuk mendorong ratifikasi kovenan internasional
157