Page 178 - Kembali ke Agraria
P. 178

Sinar Harapan, 19 Maret 2005








                     Velasco, Soekarno, dan Yudhoyono








                   ETELAH seratus hari pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono
               Sberlalu, agenda reforma agraria yang dijanjikan seperti karam ke
               dasar laut. Tak ada skenario luar biasa dalam peningkatan kese-
               jahteraan rakyat. Tak ditemukan program kongkrit untuk menye-
               diakan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, revitalisasi perta-
               nian dan pedesaan lewat jalan pembaruan agraria.
                   Sementara itu, belum lama ini penulis telah mempelajari
               pengalaman reforma agraria di Peru, sebuah negeri bekas jajahan
               Spanyol di Amerika Selatan. Banyak hal bisa dijadikan pelajaran
               berharga bagi kemungkinan pelaksanaan pembaruan agraria di
               Tanah Air. Reforma agraria di Peru dijalankan ketika Juan Velasco
               Alvarado memimpin Peru (1968 - 1975). Di bawah Velasco, jenderal
               yang militeristik namun populis, terbit dan berlaku Undang-Undang
               Reforma Agraria No. 17716 yang terbilang komprehensif.
                   Dibentuk pengadilan khusus untuk menangani konflik agraria
               dan bank agraria yang menyediakan modal usaha bagi petani. Di-
               bentuk pula ratusan koperasi produksi agraria yang menghimpun
               rakyat penerima manfaat reforma agraria. Objek reformnya adalah
               tanah-tanah perkebunan (tebu, jagung, meisena, kapas, dll.) yang
               sebelumnya dikuasai tuan tanah sebagai sisa-sisa feodalisme dan
               imperialisme di masa lalu.
                   Oleh Velasco, para tuan tanah dipaksa menyerahkan tanahnya,
               kemudian dibagikan kepada rakyat melalui koperasi produksi yang

                                           159
   173   174   175   176   177   178   179   180   181   182   183