Page 179 - Kembali ke Agraria
P. 179
Usep Setiawan
beranggotakan petani yang sebelumnya bekerja sebagai buruh
(budak) di perkebunan itu. Melalui koperasi, petani Peru mengem-
bangkan kemampuannya. Koperasi jadi media untuk mengakses
modal, sarana produksi, keterampilan teknis hingga akses pema-
saran bagi produk pertanian mereka.
Lebih dari itu, koperasi menjadi tangga bagi rakyat jelata untuk
“naik kelas” menjadi manusia pemilik yang berharga diri seutuhnya.
Reforma agraria di Peru berjalan dengan dukungan kuat rakyatnya
karena mereka dilibatkan dalam setiap tahapnya.
Reforma agraria di Peru relatif berhasil dalam mengatasi ketim-
pangan penguasaan tanah di pedesaan. Selain itu, telah meningkat-
kan produksi kolektif petani Peru yang berlandaskan kerja bersama
melalui koperasi yang mengangkat rakyat dari kubangan kemiskinan.
Bahkan, reforma agraria telah meredam pemberontakan petani tak
bertanah yang sebelumnya terkenal sangat kuat—seperti gerakan
revolusioner Tupac Amaru.
Pengalaman kita
Pada tahun 1960-an Indonesia telah berusaha menjalankan
reforma agraria atau landreform. Di bawah Undang-undang No. 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA),
Presiden Soekarno mencanangkan landreform sebagai bagian mutlak
dari revolusi Indonesia. Objek utama tanah yang diredistribusi ialah
tanah-tanah kelebihan maksimum dan tanah guntai atau absentee.
Subjek penerimanya ialah buruh tani dan petani kecil di sekitarnya
—saat itu, kaum tani terfragmentasi ke dalam organisasi tani yang
bernaung di bawah bendera partai politik (seperti BTI, GTI, Petanu,
Petani, dll).
Ketika dijalankan, terjadi ketegangan sosial politik di tingkat
akar rumput. Para tuan tanah menolak program landreform dan
menggalang kekuatan untuk menghambat redistribusi tanah mereka.
Di sisi lain, karena desakan kebutuhan dan militansi berlebih, seba-
gian kelompok tani terdorong melancarkan “aksi sepihak” mendu-
160