Page 196 - Kembali ke Agraria
P. 196
Kembali ke Agraria
asai tanah rakyat melalui mekanisme pasar.
Endang Suhendar dan Ifdhal Kasim, dalam “Tanah Sebagai
Komoditas” (1996), menganalisis fenomena pertumbuhan kapitalisme
Orde Baru. Darinya diketahui, fenomena tergesernya petani dari pemi-
likan dan penguasaan tanah dan meningkatnya konflik pertanahan
terjadi karena watak kapitalisme yang cenderung terus melakukan
eksploitasi, akumulasi, dan ekspansi kapital di atas kesenjangan
struktur pemilikan faktor-faktor produksi, termasuk tanah dan dis-
tribusi pendapatan (hlm. x-xi). Patut diwaspadai, pembangunan infra-
struktur yang digiatkan sekarang merupakan lanjutan dari skenario
pembangunan kapitalistik Orba yang sempat terinterupsi “krisis”
maupun “reformasi”.
Jika gelagat ini terbukti, dipastikan ketimpangan sosial akan
melebar dan mencabik-cabik harmoni sosial bangsa. Dalam suatu
seminar di Jakarta, Prof. Sediono M.P. Tjondronegoro (1999) mengingat-
kan bahwa penataan ulang struktur agraria yang timpang dan tidak
adil diperlukan guna menghindari revolusi sosial yang anarkis.
Untuk siapa?
Lantas, siapakah yang akan paling diuntungkan dari pem-
bangunan infrastruktur? Hemat penulis, pemodal besarlah yang akan
meraup keuntungan terbesar. Dengan infrastruktur yang lebih baik,
maka pembangunan yang dimotori pemodal besar yang eksploitatif,
akumulatif, dan ekspansif akan berjalan lebih mulus. Pembangunan
infrastruktur sejatinya jembatan menuju penguatan gurita kapitalis-
me global.
Pembangunan mungkin meningkatkan pendapatan nasional
secara makro. Namun, kesuksesan ini semu belaka karena akan
menyisakan ketimpangan sosial-ekonomi, terkurasnya aneka sumber
daya, kerusakan lingkungan, diskriminasi jender, ketidakadilan
multidimensi pemicu krisis, dan pemantik konflik sosial. Yang tepat
dipikirkan sekarang ialah menemukan model pembangunan ekonomi
yang bertumpu pada kekuatan bangsa sendiri. Industrialisasi nasio-
177