Page 260 - Kembali ke Agraria
P. 260
Kembali ke Agraria
dalam UU Pemerintahan Daerah disebutkan kewenangan pusat
hanya enam bidang, yaitu politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
hukum, moneter, dan agama, sedangkan daerah mempunyai 30
bidang kewenangan (Hukumonline, 29/6/06).
Ketua Dewan Pengurus Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia
Soerya Respationo juga mengatakan secara logika hukum, pertanahan
berkait dengan tata ruang daerah. Karena itu bila pertanahan sepe-
nuhnya jadi wewenang pusat, akan muncul persoalan yang serius.
Bukan hanya mereka yang memprotes Perpres 10/2006, Depdagri
pun memperjuangkan sebagian kewenangan pertanahan untuk
daerah. Hampir satu tahun, draf revisi Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 2000 tak juga selesai. Salah satu penyebab, alotnya pemba-
hasan kewenangan bidang pertanahan antara BPN dan Depdagri.
Sekjen Depdagri Progo Nurdjaman mengatakan ada perbedaan
interpretasi di antara kedua instansi, Depdagri menggunakan UU
No 32/2004, sementara BPN menggunakan UU No. 5 Tahun 1960
tentang Pokok- pokok Agraria (Kompas, 16/6/06).
Krisis kelembagaan?
Secara kasat mata publik dihadapkan pada tendensi situasi krisis
kelembagaan pertanahan. Terlepas dari kekisruhan pendapat di da-
lam tubuh pemerintahan, penulis mencoba bersikap objektif dan
optimistik dengan meletakkan kehadiran Perpres 10/2006 sebagai
upaya Presiden menjawab tuntutan masyarakat atas pembaruan
agraria, yang di antaranya ditempuh melalui penataan kelembagaan
pertanahan yang ada. Terbitnya Perpres ini layak diapresiasi sebagai
momentum untuk memperkokoh niat guna memperbaiki kondisi
agraria.
Jika kita cermati, cakupan kewenangan BPN menurut perpres
ini tampak kian luas karena kini BPN bertugas melaksanakan tugas
pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan
sektoral (pasal 2). Semangat nasionalisme tergurat jelas pada bagian
Menimbang (b); “bahwa tanah merupakan perekat NKRI, karenanya perlu
241