Page 262 - Kembali ke Agraria
P. 262
Kembali ke Agraria
lisasi tapi prakteknya memperparah kondisi agraria di lapangan.
Tantangannya adalah bagaimana koordinasi dan sinergi BPN
yang vertikal ini dengan pemerintahan daerah yang persoalan
agrarianya pastilah beragam dengan konstalasi politik yang juga
cenderung pelangi. Dalam hal ini, perlu kepiawaian politik dan
kesediaan berbagi peran secara proporsional antar sesama penye-
lenggara negara yang mengurus hajat hidup khalayak ramai, apalagi
menyangkut tanah sebagai urusuan yang asasi.
Menangani konflik
Selama ini BPN tak memiliki organ khusus yang berwenang kuat
dalam mengurai dan menangani konflik/sengketa/perkara perta-
nahan. Perpres 10/2006 memastikan ada kedeputian khusus yang
menangani konflik/sengketa/perkara pertanahan. Kedeputian ini
tentu menjadi unsur terpenting dalam menjawab kehausan korban
konflik agraria di Tanah Air.
Kasus-kasus sengketa tanah sering mengalami kebuntuan tanpa
penyelesaian gara-gara tak sesuainya kapasitas kelembagaan diban-
ding beban persoalan. Kedeputian ini secercah harapan bagi penun-
tasan ribuan kasus tanah. Syaratnya, kedeputian ini hendaknya jadi
benteng tangguh yang kapabel dan kredibel dalam menghadirkan
rasa keadilan sekaligus kepastian dalam setiap penyelesaian konflik/
sengketa/perkara pertanahan.
Bagian lain yang penting dari Perpres 10/2006 adalah dibentuk-
nya “Komite Pertanahan” (Pasal 35-41). Anggota komite yang berasal
dari pakar pertanahan dan tokoh masyarakat diharapkan dapat
menggali pemikiran dan pandangan secara objektif sebagai bahan
masukan, saran dan pertimbangan kepada BPN dalam perumusan
kebijakan.
Keanggotaan komite yang maksimal 17 (tujuh belas) orang ini
ideal jika diisi orang-orang yang punya kapasitas, kredibilitas dan
loyalitas kepada kebenaran, keadilan dan kejujuran. Komite ini hen-
daknya memprioritaskan reforma agraria yang memihak rakyat
243