Page 321 - Kembali ke Agraria
P. 321
Usep Setiawan
UUPA, prinsip terpenting tanah untuk rakyat. UUPA menekankan
kebijakan agraria diorientasikan bagi golongan ekonomi lemah.
Landreform jaman Bung Karno belum selesai dan tuntas dijalankan
keburu terjadi pergantian rezim. Jika Bung Karno dan kawan-kawan
punya orientasi politik agraria yang populis, sementara rezim pim-
pinan Jenderal Soeharto condong kepada kepentingan modal besar
(kapitalistik). Persoalan agraria kemudian menjadi rumit dan
kompleks. Orientasi politik agraria yang kapitalistik ini didasari oleh
berbagai peraturan perundangan yang mereka buat.
Ketika Orde Baru berlalu, seharusnya reformasi 1998 itu di da-
lamnya termasuk reformasi di bidang pertanahan, lebih luasnya
bidang agraria. Reforma agraria yang diusulkan KPA sejak tahun
1995 sebenarnya diharapkan bisa menjadi agenda resmi negara,
karena program itu hanya bisa dilaksanakan oleh negara. Pintu untuk
memulai reforma agraria itu kembali muncul ketika tahun 2001 MPR
menerbitkan TAP No. IX tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan
Sumber Daya Alam. Mestinya ketika UUPA masih ada dan TAP No.
IX terbit, ini bisa jadi momentum baru menggulirkan reforma agraria
secara menyeluruh.
***
Rezim yang berkuasa dari Habibie, Gus Dur, Mega, hingga SBY
belum menyentuh perubahan mendasar politik agraria nasional. Pada
pemerintahan SBY-JK sebenarnya ada sinyal ketika dalam dokumen
resmi kampanye SBY 2004 ada satu agenda menjalankan reforma
agraria, dalam rangka menangani kemiskinan dan pengangguran,
serta dalam rangka revitalisasi pertanian dan pedesaan.
Momentum terakhir pidato awal tahun SBY, 30 Januari 2007,
salah satu isinya tentang rencana memulai reforma agraria. Ada dua
program yang disampaikan SBY, pertama, pembagian tanah secara
gratis, dan kedua, sertifikat gratis bagi rakyat miskin. Program bagi-
bagi tanah ini bagi rakyat menjadi angin segar, namun harus diper-
siapkan secara matang oleh pemerintah maupun rakyatnya.
302