Page 322 - Kembali ke Agraria
P. 322
Kembali ke Agraria
Inti reforma agraria adalah landreform, redistribusi pemilikan dan
penguasaan tanah bagi tanah bagi rakyat miskin itu bagian landreform.
Bagi-bagi tanah adalah program konkrit redistribusi itu. Ketika bicara
peningkatan kesejahteraan petani, landreform saja tidak cukup, dia
harus disertai dan diikuti program pendukung di bidang pertanian.
Landreform harus disertai dengan penguatan posisi tawar petani,
petani sebagai subyek, dan harus dipastikan sarana dan prasarana
pertanian bagi petani itu dipermudah oleh pemerintah.
Solusinya satu, program ini harus dipimpin langsung oleh pre-
siden, tidak bisa diserahkan kepada satu menteri atau BPN, karena
melibatkan banyak sektor dan kepentingan. Kedua, secara kelemba-
gaan diperlukan kelembagaan khusus untuk menghimpun depar-
temen terkait. Di negara yang pernah menjalankan reforma agraria
selalu disertai dasar hukum yang kuat dan kelembanggaan yang
kuat pula. Konstitusi kita, khususnya pasal 33 menjadi rujukan utama
reforma agraria, turunannya UUPA, TAP MPR No. IX/2001 memper-
kuat. Idealnya memang perlu ada UU khusus mengatur reforma
agraria itu, setidaknya PERPPU atau PP paling minimal.
Soal kelembagaan, idealnya memang perlu ada Badan Otorita
Reforma Agraria (BORA). Gambarannya, BORA harus dipimpin oleh
presiden, anggotanya para menteri terkait. Fungsinya ada tiga: (1)
menjalankan penataan pemilikan dan penguasaan tanah termasuk
redistribusi, (2) menyelesaikan konflik agraria, dan (3) melakukan
harmonisasi dan koodinasi lintar sektor antar lembaga. Apakah itu
mungkin? Itu pertanyaan politik, tergantung komitmen presiden.
***
Kalau kita serius menjalankan reforma agraria, kita perlu memiliki
tiga lembaga: (1) departemen atau kementerian agraria, (2) pengadilan
agraria, dan (3) KNuPKA (Komisi Nasional untuk Penyelesaian
Konflik Agraria). Ketika UUPA diterbitkan maka menteri agraria itu
ada. Zaman Soeharto berubah-rubah kelembagaan agraria ini. Pernah
ada Kementerian Negara Agraria, kemudian dikerdilkan menjadi
303