Page 316 - Kembali ke Agraria
P. 316
Kembali ke Agraria
reforma agraria, tanah-tanah yang dikuasai oleh militer yang berasal
dari tanah-tanah rakyat yang penguasaannya diperoleh dari cara-
cara tidak sah dan disertai kekerasan dan tanah itu sedang dituntut
rakyat hendaknya dijadikan objek land reform dan dikembalikan ke-
pada rakyat. Sangat penting bagi pemerintah untuk segera mengem-
balikan tanah rakyat yang dirampas militer dan menjauhkan tempat
latihan tempur militer dari tanah rakyat dan permukiman penduduk.
Ketiga, sebagai bagian dari reformasi militer, TNI/POLRI tak bo-
leh lagi terlibat dalam konflik agraria yang memperhadapkan rakyat
versus pengusaha maupun warga versus pemerintah dan BUMN.
Penggunaan kekerasan dan keamanan (repressive and security approach)
dalam penanganan konflik agraria tidak akan pernah menyelesaikan
konflik agraria, malah akan melahirkan pelanggaran hak asasi ma-
nusia. Pimpinan TNI harus bersikap tegas kepada anggotanya.
Dengan dalih apa pun, penembakan terhadap rakyat itu biadab, tak
pantas dibela, apalagi dibenarkan. Jangan lindungi pelaku kekerasan
karena bisa jadi preseden bagi yang lain untuk melakukan hal sama.
Panglima TNI tak cukup minta maaf. Panglima mestinya segera me-
manggil komandan yang bertanggung jawab di lapangan, meminta
keterangan utuh dan segera menjatuhkan sanksi keras kepada pelaku.
Keempat, untuk mengatasi dan menyelesaikan ribuan konflik
agraria di Indonesia, diperlukan lembaga khusus penanganan dan
penyelesaian konflik agraria yang bersifat komite nasional indepen-
den. Selama ini konflik agraria yang diproses dalam peradilan umum
hanya menempatkan rakyat pada pihak yang selalu kalah dan tertu-
tupnya ruang bagi rakyat untuk mengambil kembali tanahnya. Selain
untuk menangani kasus lama dirancang pula strategi antisipatif agar
kasus tanah struktural baru tak lagi bermunculan.
Kelima, kekerasan dan konflik agraria di Pasuruan harus jadi
yang terakhir. Pihak berwenang harus mengusut tuntas pelanggaran
hak asasi manusia dan menyelesaikan proses hukum melalui meka-
nisme peradilan HAM, bukan peradilan militer yang bersifat eksklusif
dan serba tertutup. Komnas HAM dan kepolisian perlu membentuk
297