Page 312 - Kembali ke Agraria
P. 312

Kembali ke Agraria

               luhur itu kemudian diistilahkan sebagai Pancasila. Sebegitu sakral-
               nya Pancasila, sejak kecil kita ditanamkan untuk menempatkan Pan-
               casila sumber dari segala sumber hukum.
                   Sepanjang Orde Baru berkuasa, Pancasila diangkat ke langit ting-
               gi sehingga mengalami sakralisasi ideologi tapi kering-kerontang da-
               lam realisasi praktis bernegara. Penataran Pedoman, Penghayatan
               dan Pengamalan Pancasila (P4) bukannya jadi metoda pencerahan
               anak bangsa, malah terjerumus jadi alat penjinakan dan pengendalian
               potensi kritis warga negara di tengah tingkah rezim otoriter dan tota-
               liter. Sejauh ini, kita masih berkeyakinan tak ada soal dengan isi
               Pancasila. Hanya saja kerap kali kita kedodoran dan melakukan
               inkonsistensi pengamalannya dalam praktik kehidupan berbangsa-
               bernegara sehari-hari.


               Keadilan sosial
                   Orientasi sosial dalam konteks sosiologis Indonesia sebagai
               negeri agraris, oleh pendiri Republik dipahatkan dalam Konstitusi
               1945 yang memastikan penguasaan negara atas bumi, air, ruang ang-
               kasa dan segala isinya, sebagai mekanisme untuk mencapai tujuan
               sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33, ayat 3). Pasal ini
               diturunkan secara konsisten dalam UU No 5/1960 tentang Peraturan
               Dasar Pokok Agraria (UUPA): “...Pemerintah dalam rangka sosialisme
               Indonesia, membuat suatu rencana umum mengenai persediaan, peruntukan
               dan penggunaan bumi, air dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang
               terkandung di dalamnya” (Pasal 14).
                   Sekalipun kuasa negara ditinggikan dalam hukum agraria, na-
               mun hak milik individu dan hak komunal/kolektif masyarakat tetap
               diakui. Pasal 16 UUPA mengakui hak milik sebagai salah satu jenis
               hak. Bahkan Pasal 20 (ayat 1) menyatakan: “Hak milik adalah hak
               turun-menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang
               atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6”. Pasal 6
               memagari: “Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial”.
                   Karena keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dewasa


                                                                       293
   307   308   309   310   311   312   313   314   315   316   317