Page 315 - Kembali ke Agraria
P. 315
Usep Setiawan
tokoh petani Lengkong, Sukabumi, Jawa Barat yang bertahun-tahun
memperjuangkan haknya atas tanah yang bersengketa dengan sebu-
ah perusahaan perkebunan swasta. Sepanjang Januari–April 2007
saja (sebelum Tragedi Pasuruan meletus), KPA mencatat peningkatan
kekerasan terhadap petani.
Dalam 13 kasus terbaru terjadi penangkapan dan penahanan
sedikitnya 143 petani disertai kekerasan seperti penembakan, pen-
culikan, pemukulan, dan intimidasi.Tercatat 33 orang mendekam di
tahanan kepolisian dan 1 orang tewas di Mamuju, Sulawesi Selatan.
Juga terjadi pengusiran rakyat akibat konflik agraria antara perusa-
haan dengan masyarakat di sejumlah tempat.
Tercatat, 556 KK atau sedikitnya 1.200 jiwa—sebagian besar
perempuan dan anak-anak—mengungsi selama konflik terjadi. Inten-
sitas kekerasan ini terkait pula dengan diberlakukannya berbagai
produk kebijakan yang membuka pintu represi terhadap rakyat
seperti UU Perkebunan, UU Sumberdaya Air, UU Kehutanan, UU
Pertambangan, dan Perpres 65/2006. Disahkannya UU Penanaman
Modal belum lama ini juga tengah mengintai korban.
Hentikan otoritarianisme agraria
Rentetan peristiwa konflik agraria yang disertai kekerasan aparat
hendaknya menjadikan pemerintah serius dalam menghentikan
militerisme dan otoritarianisme di lapangan agraria yang diawali
dengan mengevaluasi dan mengambil tindakan tegas terkait dengan
penguasaan tanah untuk kepentingan sarana militer, apalagi kepen-
tingan bisnis militer. Pemerintah harus kita dorong untuk segera
melakukan langkah strategis. Pertama, mengidentifikasi, mengeva-
luasi, dan menertibkan segala bentuk penguasaan tanah serta sum-
ber-sumber agraria oleh militer di atas tanah milik rakyat atau yang
sedang dikuasai rakyat. Tak boleh lagi ada penguasaan tanah oleh
militer, baik untuk kepentingan resmi militer apalagi untuk bisnis di
lapangan agraria, dengan cara merampas tanah rakyat.
Kedua, seiring dengan rencana pemerintah untuk menjalankan
296