Page 308 - Kembali ke Agraria
P. 308

Kembali ke Agraria

               tanah kepada penanam modal berupa hak guna usaha (HGU) selama
               95 tahun, hak guna bangunan 80 tahun, dan hak pakai 70 tahun—
               Pasal 2 ayat (1)—ditandai minderheids nota fraksi PDIP dan PKB.
               Kedua fraksi memandang UU Penanaman Modal tak sejalan dengan
               UUPA yang berakar pada Pasal 33 UUD 1945.
                   Para ‘nasionalis’ di parlemen terlihat gigih membela UUPA seba-
               gai salah satu warisan terpenting pendiri bangsa yang masih relevan
               untuk dijalankan menuju kedaulatan dan kemandirian bangsa agra-
               ris ini. Puncaknya, fraksi “Ciganjur” memberi catatan sangat kritis,
               bahkan fraksi “moncong putih” walk-out sesaat menjelang palu penge-
               sahan diketukkan Muhaimin Iskandar (Wakil Ketua DPR) yang me-
               mimpin sidang.
                   Tidak bulatnya suara parlemen menunjukkan kerasnya kontes-
               tasi kepentingan politik. Potensi pertumburan kepentingan secara
               nyata di dalam landscape yang riil akan terjadi ketika pemerintah
               menyerahkan kuasa atas tanah kepada pemodal. Pada saat itu otoritas
               negara atas tanah pindah ke tangan kuasa modal. Namun demikian,
               sesungguhnya otoritas tak lagi selalu identik dengan kuasa politik.
               Para pemegang kuasa baru atas tanah harus menyadari bahwa diri-
               nya tidak serta merta dilekati oleh kekuasaan sepenuhnya atas tanah
               karena pada kenyataannya massa rakyat bisa membangun counter
               kuasa terhadap mereka.
                   Sulit membayangkan rakyat akan sukarela menerima klaim pena-
               nam modal atas penguasaan lahan yang diberikan pemerintah. Peme-
               rintah (plus pemodal) memiliki cara pandang berbeda dengan petani
               terhadap lahan. Bagi petani lahan bukanlah komoditi atau insentif
               fasilitas, melainkan sumber pokok kehidupan. Kehidupan petani
               sangat bergantung pada akses terhadap lahan. Mengambil lahan
               dari petani berarti juga mengambil sari-pati kehidupan mereka. Wajar
               bila kemudian petani melakukan perlawanan. Tumburan kuasa ‘nega-
               ra’ dengan kuasa rakyat inilah yang kelak memarakkan konflik agra-
               ria.
                   Konflik merupakan manifestasi dari kontestasi kekuasaan antar


                                                                       289
   303   304   305   306   307   308   309   310   311   312   313