Page 304 - Kembali ke Agraria
P. 304
Forum Keadilan, No.05/22-28 Mei 2007
Meruyaknya Tanah Meruya
ARU pertama kali dalam sejarah, seorang gubernur yang dikenal
B“tangan-besi” siap pasang badan membela rakyatnya yang
teracam penggusuran. Jarang-jarang kasus sengketa tanah menyita
perhatian lembaga setingkat Komisi Yudisial bahkan DPR RI.
Kasus sengketa tanah antara ribuan warga Meruya Selatan,
Jakarta Barat dengan PT Portanigra sontak menghiasi media massa
beberapa pekan ini. Meruyaknya kasus Meruya berawal dari kepu-
tusan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan permohonan ekse-
kusi PT Portanigra, yang mengklaim lahan 78 hektare di kawasan
tersebut sebagai miliknya. Padahal sebagian besar lahan disana su-
dah puluhan tahun dihuni warga.
Dilaporkan Sinar Harapan (12/05/07) keputusan eksekusi meru-
juk permintaan PT Portanigra dalam sengketa melawan H Juhri bin
Haji Geni, Muhammad Yatim Tugono dan Yahya bin Haji Geni. PN
Jakarta Barat mengabulkan permohonan eksekusi PT Portanigra (9
April 2007) berdasarkan putusan PN Jakarta Barat (24 April 1997)
No.364/PDT/G/1996/PN.JKT.BAR jo Putusan PT DKI Jakarta (29
Oktober 1997) No.598/PDT/1997/PT.DKI dan jo Putusan MA (26
Juni 2001) No:2863 K/Pdt/1999.
Pemilik tanah yang terancam eksekusi sebanyak 5.563 keluarga
atau sekitar 21.760 jiwa. Meliputi warga di perumahan karyawan Wa-
li Kota Jakarta Barat, Kompleks Perumahan DPR 3, Perumahan Mawar,
Meruya Residence, kompleks Perumahan DPA, Perkaplingan BRI,
285