Page 301 - Kembali ke Agraria
P. 301

Usep Setiawan

            Indonesia… karunia Tuhan Yang Maha Esa … dan merupakan keka-
            yaan nasional. Hubungan antara bangsa Indonesia dan bumi, air
            serta ruang angkasa… adalah hubungan yang bersifat abadi” (Pasal
            1 ayat 1,2,3).


            Merampas dari masyarakat
                Kerasnya perlawanan terhadap Hak Guna Usaha (HGU) 95
            tahun yang dikandung UU Penanaman Modal terus menguat.
                Bahkan, kalangan organisasi petani, akademisi, dan masyarakat
            sipil di Indonesia merasa penting untuk segera melakukan judicial
            review ke Mahkamah Konstitusi.
                Dalam UUPA, HGU diatur dalam Pasal 28-30 dan aturan kon-
            versi Pasal III. Dengan demikian, HGU selain sebuah bentuk hak
            baru juga merupakan “kelanjutan” dari erpacht Agrarische Wet 1870
            dan peraturan consessie. Namun, dalam penjelasan umum dan pen-
            jelasan pasal per pasal UUPA, HGU diperuntukkan untuk koperasi
            bersama milik rakyat bukan korporasi.
                Inilah rencana UUPA dalam menghentikan bentuk ekonomi
            dualistik yang dihasilkan oleh penjajahan. Bentuk dualistik itu ada-
            lah adanya perkebunan modern di satu sisi bersanding dengan perta-
            nian subsisten dan masyarakat pertanian yang feodal di sisi yang
            lain. Lebih lanjut, hak erpacht yang dikonversi ke dalam HGU diberi
            jangka waktu selama-lamanya 20 tahun untuk segera dikembalikan
            kepada negara. Secara khusus, Bung Hatta dalam pidato sebelum
            pengesahan UUPA (September 1960) merasa perlu memberi catatan
            bahwa perkebunan yang mempunyai hak erpacht tersebut dahulu-
            nya memperoleh tanah dengan cara merampas dari masyarakat. Se-
            hingga, harus segera dikembalikan kepada masyarakat sekitar setelah
            habis masanya. Jadi, semestinya keruwetan hak barat atas tanah
            semestinya sudah selesai pada tahun 1980-an.
                Pemerintah Orde Baru enggan mengembalikan tanah-tanah
            tersebut dengan mengeluarkan Keppres No. 32/1979 tentang Pokok-
            Pokok Kebiaksanaan Dalam Rangka Pemberian Hak Baru Atas Tanah


            282
   296   297   298   299   300   301   302   303   304   305   306