Page 351 - Kembali ke Agraria
P. 351
Usep Setiawan
tiga. Memang ada perubahan kata dalam tahun 1944 dan mungkin
juga tahun 1958. Bahkan “noot” lagunya pun ada perubahan walau-
pun tak terasa (karena hanya perbedaan amat kecil), sehingga sedikit
berbeda dari yang pernah dinyanyikan sewaktu SD jaman kolonial.
Namun semuanya itu tidak mengubah semangat dan jiwa
aslinya. Penetapan resmi tersebut di atas tak mengubah kenyataan—
bahkan justru mencerminkan pengakuan—bahwa Indonesia Raya itu
sejak awal (1928) memang terdiri dari tiga stanza. Ditegaskan Wiradi,
bahwa ini bukan hasil propaganda Jepang ! Yang menduga itu dibi-
kin Jepang, mungkin belum menelusuri bahan sejarah secara teliti,
atau mungkin bertujuan lain.
***
Mengapa ketiga stanza Indonesia Raya perlu dikenali ? Karena
ketiganya merupakan suatu rangkaian utuh yang mengandung mak-
na tak terpisah. Bahkan, ketiga stanza Indonesia Raya menunjukkan
arah dan tujuan berdirinya Negara ini.
Jika stanza pertama baru berisi seruan untuk bersatu dan bangun,
sedangkan stanza kedua berisi landasan moral dengan lirik “Marilah
kita mendo’a, Indonesia bahagia. Sadarlah hatinya, sadarlah budinya…”
dan seterusnya, maka stanza ketiga merupakan janji kongkrit untuk
melakukan langkah nyata berupa reforma agraria. Ini juga cermin
hati dan budi kita telah sadar bahwa NKRI perlu kita jaga agar abadi.
Stanza ketiga isinya teramat penting, selengkapnya berbunyi:
“Indonesia tanah yang suci/ tanah kita yang sakti. Di sanalah aku berdiri/
menjaga Ibu Sejati. Indonesia tanah berseri/ tanah yang aku sayangi. Marilah
kita berjanji/ Indonesia abadi. Selamatlah rakyatnya/ selamatlah puteranya/
pulaunya/ lautnya/ semuanya. Majulah negerinya/ majulah pandunya/
untuk Indonesia Raya”.
Di dalam “pulau” itu tentu ada tanah, air, barang tambang, hutan
dan kekayaan alam lainnya. Di “laut” juga tak kalah melimpah ruah
kekayaan alam kita. Karena itulah, lirik pada stanza ketiga ini dapat
ditafsirkan sebagai “amanat agraria”. Sebagai bangsa merdeka, kita
332