Page 82 - Kembali ke Agraria
P. 82
Kembali ke Agraria
reforma agraria yang berinti perdebatan klasik dan kontemporer
mengenai transisi agraris. Debat itu adalah sebuah jalan pencarian
gagasan dan diwujudkan dalam suatu kebijakan reforma agraria yang
selalu mengalami perkembangan baik dari sisi substansi, sifat, tujuan,
maupun konsepsi ilmiahnya. Dengan cukup jernih, Wiradi juga
berhasil menunjukkan rationale untuk reforma agraria yang beranjak
dari fakta maraknya konflik agraria. Masih dalam bagian ini, dihadir-
kan juga pro-kontra mengenai reforma agraria sembari mencari jalur
transformasi untuk Indonesia dan skenario reforma agraria secara
khusus untuk petani di Jawa.
Dalam konteks keindonesiaan, bagian selanjutnya buku ini telah
menunjukkan tonggak-tonggak perjalanan kebijaksanaan agraria.
Secara padat, tonggak yang dimaksud meliputi zaman Raffles dengan
teori domein-nya yang menerapkan sistem penarikan pajak bumi
(1811); zaman kolonialisme Belanda yang dipelopori Gubernur
Jenderal Van den Bosh yang menerapkan cultuurstelsel atau sistem
tanam paksa (1830); dan kemenangan kaum liberal di Belanda yang
ingin mengubah sistem tanam paksa di negeri jajahannya menjadi
dalam bentuk undang-undang yang disebut Regerings Reglement
(1848).
Tonggak berikutnya yang terpenting adalah tahun 1870 ketika
lahir Agrarische Wet 1870 yang di antaranya memuat agrarische besluit
(keputusan tentang pertanahan) yang menyatakan domein verklaring
(pernyataan tentang kepemilikan) yang mengalami legalisasi domi-
nasi negara atas sumber-sumber agraria di Indonesia. Kemudian,
baru pada tahun 1960 Republik Indonesia sebagai negara merdeka
berhasil memiliki undang-undang yang mengatur sumber-sumber
agraria. Pada masa pemerintahan Soekarno telah lahir apa yang
dikenal sebagai UUPA 1960 sebagai peraturan pokok agraria secara
nasional.
Tentang keagrariaan pada era Orba, banyak pengamat menyim-
pulkan bahwa rezim Orba dengan sadar dan sistematis memandul-
kan semangat populisme yang dikandung UUPA 1960. Lebih jauh-
63