Page 80 - Kembali ke Agraria
P. 80
Kembali ke Agraria
rakyatnya sendiri. Di negara-negara semacam ini biasanya akan
segera kita temukan dua hal pokok: (1) maraknya sengketa dan konflik
tanah (agraria) yang nyaris tanpa penyelesaian, dan (2) munculnya
ketimpangan struktur agraria pemicu kemiskinan dan ketidakadilan.
Kedua hal pokok itu oleh banyak pihak diyakini merupakan
penyumbang utama bagi keterbelakangan suatu negara. Lebih jauh-
nya, dengan tidak dijadikannya reforma agraria sebagai fondasi pem-
bangunan, maka “bangunan” negara itu akan keropos, mudah ter-
guncang, dan rentan terkena krisis.
Lalu, termasuk kelompok negara yang manakah Indonesia?
Semua orang sudah tahu bahwa Indonesia di masa lalu sudah ber-
upaya membuat dasar hukum bagi dijalankannya perombakan struk-
tur penguasaan tanah, yang dikenal sebagai Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) 1960. Dengan UUPA inilah Indonesia pada era Bung
Karno mencoba melaksanakan landreform sebagai salah satu inti dari
reforma agraria. Sayang upaya itu kandas di tengah jalan, terhenti
sebelum terciptanya keadilan dalam penguasaan tanah.
Setelah rezim populis yang dipimpin Bung Karno digantikan
Orde Baru yang dikomandani Jenderal Soeharto, seketika itu konsep
dan program landreform masuk keranjang sampah. Sepanjang keku-
asaan Orba, jangankan berusaha menjalankan landreform, sedangkan
membicarakannya pun telah menjadi barang yang “haram”.
Begitulah, rezim populis telah digulingkan oleh rezim kapitalis
yang memiliki visi dan orientasi yang sama sekali bertolak belakang
dalam hal penanganan masalah-masalah agraria. Jika semangat
UUPA 1960 adalah mengutamakan tanah untuk kepentingan rakyat
(petani) kecil, maka sebaliknya produk hukum dan kebijakan politik
penguasa Orba lebih mengutamakan kepentingan sindikat kaum
pemodal besar.
***
Begitu rezim Orba runtuh, media massa banyak memberitakan
tindakan “sepihak” rakyat (petani) yang mengambil kembali tanah-
tanah yang sebelumnya dijarah untuk kepentingan kaum pemilik
61